FORUM KEADILAN – Eks Kader PDI-P, Sudarsono menyindir Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dugaan kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
“Saya dari Pemalang, Jawa Tengah bisa datang (ke KPK). Apakah Mas Hasto, kami perlu menjemput kalian? Pakai motor atau pake odong-odong?” katanya kepada wartawan di Gedung KPK, Senin, 17/2/2025.
Ia pun kembali menyindir Hasto yang seolah menunggu kepulangan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dari ibadah umroh untuk meminta perlindungan.
“Jadi nanti Ibu Ketua PDIP sehabis pulang dari ibadah umroh, anda datang lagi, nangis-nangis ke Ibu. Mewek-mewek ke ibu Megawati untuk dijadikan pelindung lagi,” katanya.
Sudarsono meminta agar Sekjen PDIP bersikap ksatria dan ikuti proses hukum yang tengah berjalan.
“Mari bersikap ksatria, Saudara Hasto. Ikuti proses yang ada. Apa yang anda perbuat, anda pertanggung jawabkan,” katanya.
Sebelumnya, Lembaga Anti Rasuah menjadwalkan ulang untuk memeriksa Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam dugaan kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy menyebut bahwa ketidakhadirannya hari ini karena tim kuasa hukumnya tengah mendaftarkan kembali untuk praperadilan yang kedua.
“Sebagai tindak lanjut putusan Praperadilan sebelumnya yang belum membahas sah tidaknya status tersangka mas Hasto Kristiyanto dan memberikan ruang untuk kami bisa mengajukan kembali 2 Praperadilan pada 2 Sprindik yang berbeda oleh sebab itu kami telah mengajukan 2 permohonan Praperadilan berdasarkan putusan hakim,” tuturnya.
Adapun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Hasto terkait penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus tersebut, sehingga status penetapan tersangka terhadap dirinya adalah sah.
“Menyatakan permohonan praperadilan Pemohon tidak dapat diterima, membebankan biaya perkara kepada Pemohon sejumlah nihil,” ucap hakim tunggal Djuyamto, Kamis (13/2).
Dalam pertimbangannta, ia menilai bahwa pihak Hasto harus mengajukan dua gugatan praperadilan yang berbeda terkait kasus suap dan perintangan penyidikan.*
Laporan Syahrul Baihaqi