Pemerintah Masih Cermati Soal Perang Tarif AS-Cina

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Edi Prio Pambudi, memberikan keterangan pers kepada wartawan, di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 12/2/2025. | Novia Suhari/ Forum Keadilan
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Edi Prio Pambudi, memberikan keterangan pers kepada wartawan, di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 12/2/2025. | Novia Suhari/ Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengaku pemerintah masih terus mencermati perkembangan perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, terutama dampaknya terhadap arus investasi dan relokasi industri manufaktur ke Indonesia.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Edi Prio Pambudi, mengatakan meskipun ada wacana mengenai kawasan khusus untuk menampung relokasi industri dari Cina, pemerintah menilai langkah antisipatif harus lebih luas atau tidak hanya sekadar penyediaan kawasan industri saja.

Bacaan Lainnya

“Kalau soal wacana, tentu akan menjadi pembahasan. Tapi mengantisipasinya tidak harus seperti itu. Yang lebih perlu diperhatikan adalah regulasi non-tarif, karena itu lebih rumit dibandingkan tarif yang jelas angkanya dan bisa dikendalikan dalam proses produksi,” kata Edi Prio Pambudi kepada wartawan, di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 12/2/2025.

Edi menjelaskan, perang tarif antara dua negara tersebut harus disikapi dengan strategi yang lebih cermat, dan pemerintah tidak boleh mengambil langkah reaktif yang bakal menimbulkan ketidakstabilan dalam hubungan perdagangan internasional.

“Kita tidak boleh langsung bertindak keras. Kita harus melihat dan mempelajari dulu bagaimana mekanisme perdagangan berjalan. Misalnya, ketika AS mengenakan tarif tinggi kepada Kanada dan Meksiko, pada akhirnya melalui negosiasi, tarif tersebut bisa lebih rileks. Itu menunjukkan bahwa mekanisme lobi tetap berperan penting,” ujarnya.

Selama ini, kata Edi, Indonesia tidak memiliki perjanjian tarif khusus dengan AS, sebab itu dalam menghadapi dinamika global tersebut pemerintah perlu pendekatan yang strategis. Edi mengungkapkan saat ini pemerintah sedang memperkuat daya saing industri dalam negeri agar kebijakan perdagangan tetap fleksibel. *

Laporan Novia Suhari

Pos terkait