Trump Kembali Terpilih, Waspada Rupiah Kembali Melemah!

Pengamat ekonomi, Yanuar Rizky, dalam Podcast Hanya Disini (PHD) 4K di Forum Keadilan TV | YouTube Forum Keadilan TV
Pengamat ekonomi, Yanuar Rizky, dalam Podcast Hanya Disini (PHD) 4K di Forum Keadilan TV | YouTube Forum Keadilan TV

FORUM KEADILAN – Pengamat Ekonomi, Yanuar Rizky menilai bahwa pernyataan yang disebut oleh Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani yakni mengenai fenomena kembali terpilihnya Presiden ke-47 Donald Trump, didasari pada kejadian pada 2016 ketika rupiah melemah.

“Waktu 2016 itu berbagai kebijakan Trump itu ya sangat menekan emerging market, dalam artian bahwa Trump pada waktu itu melepaskan jeda,” ujar  Pengamat Ekonomi, Yanuar Rizky dalam Podcast Hanya Disini (PHD) 4K di Forum Keadilan TV, pada Jumat, 15/11/2024.

Bacaan Lainnya

Ia menjelaskan bahwa pada 2014, Janet Yellen Fed (Federal Reserve System) sebelumnya pada pertemuan G20 menjelaskan mengenai proses tapering off yang akan menguyurkan uang ke pasar keuangan global yang disebut-sebut mencetak uang akan menambah uang beredar.

“Uang beredar ini sejak 2011, dikemukakan bahwa mereka ingin menormalisasi neraca the Fed. Apa itu normalisasi neraca the Fed, karena the Fed itu satu dia melakukan proses quantitative easing ya dalam artian cetak uang jadi cetak uang ini kan di sisi liability di neracanya the Fed, nah di sisi aktivanya itu bukan emas, kan kalau fiat money atau konsep Bank sentral yang lama bahwa back to back itu kalau saya nambah uang berarti saya harus menambah cadangan emas,” jelasnya.

“Nah apa yang terjadi di quantitative easing bukan gitu jadi uang beredar di sini itu lebih banyak di yang uang beredar di pasar keuangan back to back-nya dengan surat-surat berharga yang dia bailout dan proses yang dia lakukan dalam hal mensupport fiskalnya pemerintah dengan dibeli oleh bank sentral,” lanjutnya.

Sehingga, tambahnya, gugatan yang dilayangkan oleh the Fed sebagai ruling currency terutama pada posisi tersebut akan mendapatkan alokasi yang besar di SDRF yang datang dari Cina.

“Sebelum Cinda dan Rusia membentuk BRICS ya. Datang dari Cina sehingga the Fed sendiri menyadari bahwa neraca ini harus dinormalisasi lagi, jadi artinya surat-surat berharga ini harus segera dilepas lagi gitu ya agar nanti rasio itu imbang lagi lah seperti profil Bank sentral lah ya, nah itu yang disebut tapering off,” katanya.

“Jadi tapering off itu dia berhenti membuat program yang sifatnya mengguyur uang beredar kedua, dia akan mulai melakukan pelepasan-pelepasan lagi apa yang sudah di bailout sebelumnya ke pasar ya jadi banyak program dia,” sambungnya.

Hal ini, kata Yanuar, yang mengakibatkan rupiah melemah dan juga memberikan dampak seluruh currency hingga dibuat kebijakan kepada Indonesia yang masuk kedalam five fragile countries.

“Kemudian ada pertemuan 2013 G20, kita anggota G20, kita termasuk yang bicara bahwa enggak bisa gini dong, the Fed enggak boleh egois kayak gini, mau menang sendiri, entah karena lobi itu atau entah karena persoalan lain, kemudian the Fed melalui konsensus dengan kongres dan juga dengan senat, dia memberikan jeda untuk memberikan lima fragile countries ini membuat kebijakan mitigasi, nah disitulah rupiah, kemudian Turki lira kuat lagi, kalau yang kemarin kita bilang BI sengaja enggak mau terlalu kuat setelah proses jeda itu, karena mungkin BI menduga yang terjadi hari ini,” ungkapnya.

“Kemudian Trump menang Pemilu, Trump bilang bahwa kita ini harus raja tega lah, kesannya gitu lho, karena ‘make America great again‘ itu, jadi dia bilang kita jangan pakai jeda-jeda kayak gini, terus, karena itu yang bisa mengakibatkan kita kuat lagi,” tambahnya.

Menurutnya, isu kedua terdapat pada proses inflasi yang ingin ditekan rendah dalam kasus kebijakan pada 2008 yang mengakibatkan energi rendah.

“Pertama dalam sejarah ketika Trump memerintah itu neraca migas Amerika Serikat itu defisit dan kita tahu Republikan ataupun juga pembiayaan politik Partai Republik dan sebagainya kebanyakan bisnisnya migas,” tuturnya.

“Jadi kata Trump, kita harus pro inflasi tinggi, sehingga menurut dia suku bunga bank sentral harus didorong naik agar inflasi, karena Trump mengatakan inflasi yang terlalu rendah begini pertumbuhan kita juga rendah, makanya ada pemahaman di mereka itu dual mandat itu bung Poempi,” imbuhnya.*

Pos terkait