Luhut Ungkap Masyarakat Hanya Terima Separuh dari Bansos Rp500 T, Mensos: Kami akan Pelajari dan Evaluasi

Gus Ipul menjelaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan penggunaan data yang lebih akurat untuk dapat meningkatkan ketepatan sasaran.
“Pak Presiden mengajak kita untuk bekerja dengan data yang lebih akurat. Apa yang kami kerjakan dalam tiga bulan terakhir ini adalah upaya untuk mendapatkan data yang lebih baik. Kami akan pelajari dan jadikan bahan evaluasi,” kata Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta, Selasa, 11/2/2025.
Diketahui, Kementerian Sosial sudah bersepakat dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memperbarui data penerima bansos setiap tiga bulan, sebagai bagian dari perbaikan sistem bansos.
“Setiap tiga bulan, data akan dimutakhirkan dan diverifikasi kembali. Jadi, penerima bansos bisa saja berubah dalam tiga bulan berikutnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa bantuan benar-benar diberikan kepada mereka yang membutuhkan,” jelasnya.
Mensos pun mengimbau kepada masyarakat agar dapat memahami kemungkinan perubahan dalam penerimaan bansos.
“Masyarakat perlu tahu bahwa jika sebelumnya menerima bansos, bisa saja di periode berikutnya tidak menerima lagi karena kondisi ekonomi mereka sudah membaik. Namun, jika ada yang merasa berhak, mereka bisa mengajukan protes atau usulan melalui aplikasi Cek Bansos,” katanya.
Walaupun demikian, Gus Ipul mengungkapkan belum paham betul mengenai pernyataan Luhut yang menyebutkan dari total anggaran bansos sebesar Rp500 triliun, hanya setengahnya yang benar-benar sampai ke penerima yang berhak.
Dikarenakan, jumlah anggaran bansos yang dikelola oleh Kemensos tidak sebesar itu.
“Saya belum memahami betul maksud Pak Luhut terkait angka tersebut. Yang berada di Kementerian Sosial sendiri sekitar Rp 79 triliun, sudah termasuk operasional,” ungkapnya.
“Sedangkan dana yang langsung diberikan sebagai cash transfer mencapai Rp 75 triliun lebih, melalui Himbara dan PT Pos,” tuturnya.
Menurut Gus Ipul, dana bansos yang dikelola oleh Kementerian Sosial (Kemensos) juga mencakup anggaran untuk gaji pendamping sosial, operasional, beserta program bansos adaptif yang diperuntukkan bagi situasi darurat, seperti bencana alam.
Kritik yang disampaikan oleh Luhut, kata Gus Ipul, adalah efektivitas bansos dalam 10 tahun terakhir, namun menjadi bahan evaluasi bagi Kemensos.
“Mudah-mudahan dengan data baru ini, kita bisa mengakomodasi dan memperbaiki masalah yang disampaikan oleh Pak Luhut,” imbuhnya.
Diketahui sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan besarnya anggaran bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran.
Luhut mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir hanya separuh bansos sampai ke tangan yang berhak.
“Selama lima tahun terakhir, saya melihat sendiri bagaimana efektivitas program perlindungan sosial menghadapi tantangan besar. Dari total Rp 500 triliun anggaran bansos, hanya separuh yang benar-benar sampai ke tangan yang berhak,” ungkap Luhut dalam akun Instagramnya, Jumat, 7/2/2025.
Menurutnya, penyaluran bansos dihadapkan dengan sejumlah persoalan. Di antaranya data ganda, penerima yang tidak memenuhi syarat, hingga kendala tidak mempunyai NIK.
“Dalam rangka pembenahan dan perbaikan dalam penyaluran bansos, hari ini saya berdiskusi dengan Plt Kepala BPS RI. Saya sampaikan bahwa pemerintah tengah melakukan transformasi besar melalui digitalisasi bansos, memastikan bahwa setiap bantuan sosial benar-benar tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat manfaat,” lanjutnya.
Luhut menjelaskan langkah pertama membangun Data Terpadu Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), yang mengintegrasikan tiga pangkalan data utama: DTKS, Regsosek, dan P3KE.
Konsolidasi ini lalu akan diuji silang dengan basis data kependudukan (SIAK) milik Kemendagri agar lebih akurat.
Luhut mengatakan, BPS telah menyelesaikan finalisasi integrasi data ini, termasuk detail seperti nama, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.
“Upaya ini tidak berhenti di sana. Kami juga akan menyinkronkan data penerima manfaat dengan program perlindungan sosial lainnya—bantuan sembako, subsidi listrik, dan LPG—agar kualitas data semakin baik,” katanya.*