Sabtu, 05 Juli 2025
Menu

Kubu Hasto Sayangkan Sikap KPK yang Absen Praperadilan Perdana

Redaksi
Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, 13/1/2025| Merinda Faradianti/ Forum Keadilan
Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, 13/1/2025| Merinda Faradianti/ Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang absen di sidang perdana praperadilan kliennya.

Sidang gugatan praperadilan tersebut berlangsung kemarin, Selasa, 21/1/2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Ronny mengatakan, KPK seperti memiliki sikap yang bertolak belakang dengan pernyataan yang diungkapkan pimpinan KPK.

“Padahal, sudah 11 hari sejak permohonan diajukan dan berulang kali pimpinan atau Jubir KPK mengatakan akan menghadapi atau bahkan memenangkan praperadilan. Sikap yang bertolak belakang dengan pernyataan yang disampaikan kepada publik,” kata Ronny dalam keterangannya, Rabu, 22/1.

Menurut Ronny, konsep praperadilan adalah fast trial, di mana praperadilan ditujukan untuk melindungi hak pihak-pihak yang dirugikan akibat tindakan penegak hukum. Sehingga, sudah seharusnya proses praperadilan ini tidak berlarut-larut.

“Dan KPK tidak mengulur-ulur waktu. Namun demikian, kami tetap menghormati kelembagaan KPK. Semoga di sidang berikutnya tidak mangkir lagi agar sejumlah pelanggaran dan bahkan kesewenang-wenangan Penyidik KPK dalam menetapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto sebagai tersangka bisa diuji secara hukum,” jelas Ronny.

Kata Ronny, praperadilan Hasto diharapkan menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan dalam mempertahankan demokrasi di jalur hukum. Dalam melawan lembaga antirasuah itu, kubu Hasto akan mengungkap sejumlah dugaan cacat prosedural yang dilakukan Penyidik KPK dalam penetapan tersangka.

“Begitu banyak kejanggalan yang kami temukan, baik dari aspek waktu, prosedur maupun substansi. Namun, sebagian yang menjadi lingkup kewenangan praperadilan akan kami uji di forum tersebut. Diantaranya perbuatan sewenang-wenang KPK dalam menerbitkan Sprindik dan SPDP terhadap Mas Hasto dan sejumlah persoalan lainnya,” tegasnya.

Ia menjelaskan, KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan SPDP tertanggal 23 Desember 2024. Kedua surat itu, kemudian menjadi dasar dilakukannya penyidikan dan sejumlah upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan terhadap kliennya.

“Menurut kami cacat hukum dan diterbitkan secara sewenang-wenang. Kami kaget juga, Mas Hasto menyampaikan, bahwa saat pemeriksaan dilakukan minggu lalu beliau diperlihatkan dokumen Sprindik yang ditandatangani pimpinan KPK. Padahal menurut Pasal 21 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, kedudukan hukum pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum sudah dihapus,” paparnya.

Dengan demikian, Ronny mempertanyakan bagaimana mungkin pihak yang tidak memiliki kewenangan penyidikan memerintahkan dilakukan penyidikan.

Tak hanya itu, penandatanganan SPDP oleh Direktur Penyidikan atas nama pimpinan KPK yang tertulis selaku penyidik, disebut Ronny, semakin memperkuat ada masalah prosedural dan cacat hukum dalam kasus kliennya.

“Seharusnya tidak boleh dilakukan pelimpahan wewenang (penyidikan) dari pihak yang tidak memiliki wewenang penyidikan. Ini adalah perbuatan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan di undang-undang atau dengan kata lain merupakan penyalahgunaan wewenang,” pungkasnya.*

Laporan Merinda Faradianti