FORUM KEADILAN – Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik PP Muhammadiyah melayangkan somasi terbuka kepada pihak yang membuat pagar laut 30,16 km di pesisir utara Tangerang.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PPP Muhammadiyah, Gufroni menegaskan bahwa pemagaran tersebut telah menyebabkan sejumlah dampak negatif mulai dari mengganggu aktivitas nelayan tradisional di sekitar lokasi, hingga melanggar hak akses publik atas laut yang seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat secara bebas dan adil.
Gufroni menilai pemagaran itu juga berpotensi melanggar hukum dan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan.
“Berdasarkan hal tersebut, kami meminta kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk segera mencabut dan membersihkan pagar bambu yang telah menghalangi akses laut bagi nelayan dalam waktu 3×24 jam sejak diterbitkannya somasi terbuka ini,” kata Gufroni dalam keterangannya, Senin, 13/1/2025.
Ia memperingatkan jika dalam 3×24 jam tidak ada tindakan pencabutan, maka mereka akan mengajukan laporan pidana ke Mabes Polri atas dugaan pelanggaran hukum terkait pemanfaatan ruang laut tanpa izin dan tindakan yang merugikan kepentingan umum. Serta mengambil langkah hukum lainnya baik secara administratif maupun perdata.
“Guna memastikan hak-hak masyarakat nelayan dipulihkan,” tambahnya
Diketahui, pagar laut misterius di Tangerang sebelumnya menarik perhatian publik. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanto menerima laporan warga pada 14 Agustus 2024 lalu. Pembangunan pagar laut misterius Tangerang itu mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan.
Terdapat masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan 502 pembudidaya di lokasi tersebut.
Lalu, KKP telah menyegel pagar laut pada Kamis, 9/1/2025. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan bahwa penyegelan ini atas perintah Presiden RI Prabowo Subianto, beserta arahan langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Penyegelan ini dilakukan akibat pemagaran laut diduga tidak berizin berdasar kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Keberadaannya juga mengganggu nelayan dalam mencari ikan.*