Selamat Ginting: Birokrasi Harus Netral!

FORUM KEADILAN – Pengamat Politik Universitas Nasional (UNHAS), Selamat Ginting menilai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap netral dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) termasuk dalam hal ini adalah Kepolisian.
Merujuk pada teori birokrasi, Selamat Ginting menjelaskan bahwa birokrasi adalah perpanjangan tangan dari rakyat kepada pemerintah dari rakyat kepada negara.
“Karena itu, misalnya teori Max Weber itu birokrasi memang harus netral, dia yang menyampaikan pesan rakyat kepada pemerintah, kepada negara pesan negara kepada rakyat. Nah, jadi kalau birokrasi itu tidak netral itu akan dipertanyakan dalam kedemokrasiaan,” ujar Pengamat Politik Universitas Nasional (UNHAS), Selamat Ginting di Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan TV, pada Jumat, 6/12/2024.
Walaupun dalam teori Karl Marx terdapat birokrasi yang tidak netral. Teori tersebut menyatakan bahwa birokrasi memihak kepada pemerintah, negara termasuk dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang berada di negara-negara menganut konsep komunis. Oleh maka itu, jika birokrasi dalam hal ini Kepolisian tidak netral, maka hal ini birokrasi dapat dicap sebagai birokrasi yang komunis.
“Apakah kita negara komunis, kan tidak. Apakah polisi kita adalah polisi komunis, kan tidak. Karena itu, wajar sejumlah analis politik, sejumlah analis hukum tata negara meminta polisi harus berada di tengah-tengah, karena aparatur sipil negara yang digaji dari rakyat tidak boleh berpihak, berpihak kepada partai politik. Maka kemudian, menurut saya indikasi parcok itu harus menjadi catatan bagi kepolisian, bahwa mereka harus intropeksi diri,” tegasnya.
Menurutnya juga, apa yang diingatkan oleh PDIP bukan hanya semata berbicara tanpa fakta dan data.
“Memang susah ini, operasi intelijen pastilah tidak diakui gitu kan ya seperti mohon maaf gitu, ada yang kentut tidak ngaku, tapi terasa aroma nya, terasa baunya. Nah, ini kira-kira seperti itu, ini menjadi pelajaran penting. TNI misalnya, untuk mendatangi TPS saja dia agak ragu-ragu, karena khawatir nanti dianggap tidak netral,” jelasnya.
“Dalam operasi-operasi intelijen, kebetulan polisi juga ada peran intelijen di situ intelijen kamtibnas misalnya. Karena itu, menurut saya polisi harus berbenah, penguasa siapapun yang sedang berkuasa tidak boleh memanfaatkan aparatur sipil negara. Nah, karena itu menurut saya juga harus diperhatikan bagaimana, misalnya penempatan polisi aktif di jabatan-jabatan sipil. Begitu banyak bung, termasuk PJ Gubernur yang berasal dari polisi. Nah, daripada kemudian dituding sebagai pihak yang tidak netral, maka menurut saya harus dibenahi aturan mainnya, undang-undangnya,” tambahnya.
Ginting menekankan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) TNI, Militer hingga polisi aktif jika ingin menduduki jabatan-jabatan sipil seharusnya melakukan pensiun dini.
“Misalnya ya kasus Komjen Iwan Bule kan, nama aslinya malah saya lupa gitu hahaha, saking terkenalnya kata-kata Iwan Bule menjadi PJ Gubernur Jawa Barat waktu itu,” tuturnya.
“Setelah itu kembali dia menjadi polisi aktif, menurut saya ini satu indikasi pelanggaran hukum, terhadap aturan main yang mereka sepakati bersama. Jadi, menurut saya kita mesti ingat kata-kata pernyataan kapolri, jenderal, polisi, Listyo Sigit Prabowo, yang busuk itu pasti dari kepalanya, kepalanya akan saya penggal. Nah, kalau ada indikasi bahwa sekarang ramai kata-kata parcok itu, berarti dia sebagai polisi, sebagai pimpinan polisi harus juga bertanggung jawab.” imbuhnya.*