LP3ES Soroti Disinformasi dan Kekerasan Berbasis Gender pada Cakada Perempuan di Pilkada 2024

FORUM KEADILAN – Peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Ratu Tasya Ismaya menyoroti adanya disinformasi berbasis gender terhadap calon kepala daerah (cakada) perempuan selama pelaksanaan Pilkada 2024. Ia menyayangkan situasi ini, yang dinilai dapat menghambat partisipasi perempuan dalam ranah politik.
Hal itu ia sampaikan dalam Konferensi Pers Koalisi Damai bertajuk ‘Gunakan Hak Pilih, Rujuk Informasi yang Benar’ di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta Pusat, Selasa, 26/11/2024.
“Sayangnya, dalam pilkada ini kami masih menemukan disinformasi berbasis gender, terutama di platform Meta, yang menyerang cakada perempuan. Hal ini membuat ranah politik menjadi kurang aman bagi perempuan,” ungkap Tasya dalam konferensi pers.
Menurut temuan LP3ES, kata Tasya, cakada perempuan sering menjadi sasaran narasi pelecehan seksual, baik di ruang digital maupun selama kampanye.
Tasya menyebut bahwa serangan ini berdampak signifikan pada kondisi psikologis mereka, sehingga mereka kesulitan menjalankan aktivitas politik secara normal seperti cakada laki-laki.
“Kami menemukan bahwa beberapa cakada perempuan menerima ujaran seperti ‘pelakor,’ ‘janda,’ ‘tidak pantas jadi pemimpin,’ hingga komentar-komentar bernada seksis lainnya. Ini sangat merugikan mereka,” tambahnya.
Tasya juga mengungkapkan bahwa sebagian besar dari serangan ini berasal dari media sosial, dengan sekitar 30 persen informasi negatif diduga berasal dari kurangnya pengawasan platform terhadap konten yang merugikan cakada perempuan.
“Platform-platform ini seharusnya memiliki komitmen yang sama untuk menciptakan ruang aman bagi politisi perempuan,” ujarnya.
Tasya mendesak adanya kolaborasi antara platform media sosial, pemerintah, dan Bawaslu untuk meningkatkan pengawasan terhadap ujaran kebencian berbasis gender. Hal ini, kata dia, diperlukan agar politisi perempuan dapat berkampanye dan berpartisipasi dalam politik tanpa rasa takut atau intimidasi.
“Dunia politik harus menjadi ruang yang aman dan inklusif bagi semua gender. Tanpa komitmen bersama, kesetaraan gender dalam politik hanya akan menjadi wacana,” katanya.*
Laporan Syahrul Baihaqi