KSPSI Pertanyakan Kecukupan APBN Untuk Makan Begizi Gratis

FORUM KEADILAN – Presiden Prabowo Subianto telah resmi dilantik pada Minggu, 20/10/2024 lalu. Dengan demikian, masyarakat kini semakin menunggu realisasi program-program semasa kampanyenya, salah satunya program makan bergizi gratis.
Program ini menjadi harapan akan terciptanya lapangan pekerjaan. Namun, masih ada pertanyaan yang muncul di benak Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat, yaitu tentang kecukupan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-nya untuk merealisasikan program tersebut.
Jumhur mengatakan, dalam pidatonya, Prabowo sempat menyebut tentang kekayaan alam yang harus dikelola dengan baik. Menurut Jumhur, kekayaan alam yang dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pendapatan negara.
“Pertanyaannya sekali lagi, APBN-nya cukup apa tidak? Nah kalau mendengar pidatonya Presiden Prabowo ya waktu di MPR, itu dia selalu menyebut-nyebut tentang ada kekayan alam yang harus dikelola dengan baik kira-kira begitu, dan itu bisa menjadi sumber pendapatan,” kata Jumhur dalam Podcast Hanya Disini (PHD) 4K di Forum Keadilan TV, Selasa, 22/10/2024.
Jumhur menuturkan, jika pengelolaan kekayaan alam Indonesia dilakukan dengan sangat serius, maka kemungkinan hasilnya dapat disalurkan menjadi APBN.
Ia menjelaskan, terdapat sumbangan dari PNBP sektor gas, di mana negara hanya menerima pendapatan sekitar Rp300 triliun pada tahun 2023. Padahal hasil penjualannya menghasilkan ribuan triliun rupiah.
“Penerimaan negara dari itu semua pokonya yang ada di wilayah kita, itu hanya sekitar 300 triliun, tahun 2023,” ujar Jumhur.
Kemudian dari cukai tembakau, Indonesia memperoleh pendapatan hanya sekitar Rp215 triliun pada tahun 2023.
Apa yang dikatakan Prabowo dalam pidato kenegaraan perdananya dapat dieksekusi dengan melahirkan satu kebijakan yang isinya menambah pemasukan negara dengan menambah royalti yang diperoleh dari sektor-sektor tersebut.
“Iya dengan cara itu tentunya, Anda selama ini sudah win profit selama 10 tahun, 15 tahun sudah luar biasa, Anda sudah kaya rayakan kan, sekali-sekali sekarang tolonglah dibagi kita negara membutuhkan,” tuturnya.
Jumhur menilai, apabila hal-hal tersebut dapat terealisasi, maka negara tidak perlu lagi mengambil uang masyarakat, baik itu dalam bentuk Tapera maupun Dana Pensiun. Penarikan uang yang dilakukan secara terus menerus akan semakin menghancurkan industri hingga memiskinkan masyarakat.
“Ini kalau dilakukan akan semakin mengahancurkan industri, memiskinkan orang, karena pendapatan orang kita itu sudah betul-betul tipis sekali bahkan sudah di bawah itu. Bayangkan sudah gitu diambil lagi untuk Tapera untuk itu sebagainya. Ini istilahnya enggak fair,” ungkap Jumhur.
Menurutnya, ini begitu kontradiktif, pemerintah mengharapkan adanya pertumbuhan ekonomi dan industri, tetapi daya beli masyarakat juga ikut dipangkas. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terjadi jika masyarakatnya sendiri mampu membeli produk-produk yang dijual. Jika ini tidak terjadi, maka mustahil ekonomi Indonesia dapat bertumbuh.
“Itu sama aja bicara ngelantur gitu loh,” imbuh dia.
“Justru teorinya malah membanjiri orang dengan uang. Kalau itu gimana caranya membanjiri orang dengan uang. Supaya dia bisa membeli, bisa tumbuh. Itu kan teorinya, atau setidaknya jangan ngambil dari yang sudah pas-pasan,” sambung dia.*