Cerita Mahfud MD Di Balik Mandeknya UU Perampasan Aset

FORUM KEADILAN – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset hingga kini masih mandek di DPR. Banyak pihak yang menaruh harapan para anggota DPR RI 2024-2029 yang baru saja dilantik untuk dapat segera merampungkan RUU ini.
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan soal alasan macetnya RUU Perampasan Aset di DPR.
Dalam podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan, Mahfud bercerita bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta dua RUU agar korupsi dapat diberantas. Pertama, UU Perampasan Aset dan kedua, UU Pembatasan Belanja Uang Tunai.
Mahfud kemudian mengajukan dua RUU tersebut ke DPR pada awal dirinya menjabat. Kata Mahfud, saat itu DPR setuju untuk membahas soal RUU Perampasan Aset.
“DPR semula oke. Pak kami setuju nih perampasan aset dulu, yang belanja tunai itu ndak usah dulu, ini sangat beresiko dan macam-macam. Biar kami yang ambil alih ini, nanti usul kami, yang perampasan aset dari presiden,” ujar Mahfud dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, Jumat, 4/10/2024.
Pada 2020 akhirnya RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020. Tetapi pada 2020 lalu Indonesia dilanda pandemi Covid-19 yang membuat DPR akhirnya memutuskan untuk menunda terlebih dahulu pembahasan soal RUU Perampasan Aset.
Bahkan hingga tahun 2023, RUU tersebut tak kunjung menjadi pembahasan. Pada saat itu, Mahfud kemudian kembali mengungkit soal RUU Perampasan Aset.
“Sampai akhirnya di tahun 2023 saya ungkit lagi. Kenapa ini kan sudah 3 tahun lebih tidak dibuka,” tutur Mahfud.
Mahfud pun mengaku bahwa Jokowi sangat ingin UU Perampasan Aset untuk segera disahkan. Hal tersebut, kata Mahfud, selalu dikatakan oleh Jokowi ketika mereka bertemu.
“Sebenarnya nih kalau soal Undang-Undang Perampasan Aset itu, Pak Jokowi itu sangat ingin (segera disahkan) karena selalu (membicarakan) setiap bertemu saya,” kata Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, dengan tegas mengatakan bahwa dirinya melaporkan setiap progres yang ada kepada Jokowi. Sebab, Jokowi juga selalu bertanya soal progres RUU Perampasan Aset tersebut.
“Oh iya lapor, kan selalu tanya beliau ‘Pak Mahfud kenapa ini UU Peramasan Aset kok lambat banget? Ini korupsi kita makin merajalela kalo begini’”, ungkap Mahfud.
Mahfud lalu menjelaskan kepada Jokowi bahwa surat usulan darinya sudah dua kali dikirim ke DPR, tetapi DPR tidak mau menindaklanjuti.
“DPR itu menurut Pak Bambung Pacul tuh karena DPR tuh hanya Korea Korea aja itu, iyakan, saya bilang gitu,” katanya.
Mahfud menyebut, itu artinya Jokowi harus berhubungan langsung dengan para ketua partai untuk bisa menindaklanjuti RUU Perampasan Aset ini. Sebab, Mahfud hanya bisa berhubungan dengan DPR.
“Oh ‘ya udah’ katanya, ‘saya undang besok ketua partai agar ini diutamakan. Kalau ketua partai tidak mau biar saya keluarkan Perppu.’ Presiden nih bilang ke saya. ‘Kalau ketua partai ndak mau juga saya keluarkan Perppu-lah.’ kata presiden waktu itu, dan presiden bicara itu secara terbuka loh,” jelas Mahfud.
Ia menjelaskan, saat indeks persepsi korupsi turun ke angka 34, Jokowi memanggil jaksa agung, ketua KPK, Mahfud MD yang saat itu masih menjadi Menko Polhukam, dan Kapolri. Pada saat itu, secara terbuka, Jokowi juga mengumumkan agar UU Perampasan Aset segera diselesaikan.
Mahfud kembali menegaskan bahwa Jokowi memang serius supaya UU Perampasan Aset dapat segera disahkan.*