PP Muhammadiyah Minta Tinjau Rencana Bebas Biaya untuk Sekolah Negeri dan Swasta

FORUM KEADILAN – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar negara meninjau kembali rencana pembebasan biaya untuk pendidikan dasar pada sekolah negeri dan swasta. Wacana pembebasan biaya gratis tanpa subsidi yang optimal dari pemerintah dapat berdampak pada kualitas pendidikan dan tenaga pengajar di sekolah swasta.
Keterangan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Majelis Dikdasmen PNF PP Muhammadiyah Didik Suhardi saat memberikan keterangan dalam perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan beberapa individu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“PP Muhammadiyah menyatakan terkait rencana pembebasan biaya untuk pendidikan dasar negeri dan swasta harus ditinjau kembali,” kata Didik di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 11/9/2024.
Didik mengungkapkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh organisasinya telah berjalan sebelum Indonesia merdeka, dengan berkomitmen untuk mencerdaskan masyarakat dan memberantas kemiskinan.
Sedangkan saat ini, kata Didik, pendidikan Muhammadiyah berorientasi pada layanan pendidikan yang berkualitas.
Terhadap permohonan yang diajukan Pemohon, Didik setuju bahwa wajib belajar untuk pendidikan dasar tanpa memungut biaya sudah tertuang dalam konstitusi sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 Ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal tersebut menyatakan, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Namun, kata Didik, sekolah-sekolah yang dikelola oleh Muhammadiyah maupun lembaga swasta lain beroperasi dengan dana sumber daya yang diperoleh dari iuran, sumbangan masyarakat dan lembaga donatur lainnya.
“Pengenaan kewajiban untuk pendidikan dasar tanpa dipungut biaya jika tanpa adanya dukungan secara optimal dari pemerintah dapat mengganggu kelangsungan operasional sekolah swasta,” katanya.
Kata Didik, apabila pendidikan dasar gratis di sekolah swasta tanpa didukung dengan subsidi yang memadai dari pemerintah, hal tersebut dapat berdampak terhadap kualitas pendidikan.
Selain itu, Didik juga mengkhawatirkan kualitas pendidikan yang disediakan oleh sekolah swasta dapat menurun karena iuran yang dipungut dialokasikan untuk menjaga kualitas kurikulum.
“Biaya yang dipungut digunakan untuk menjaga kualitas kurikulum dan tenaga pengajar yg berkualitas,” tuturnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan PP Muhammadiyah kepada 13 ribu guru dari total 94 ribu guru di Yayasan Muhammadiyah pada Tahun 2023, guru yang berasal dari sekolah dengan tidak memungut iuran dan mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja, mayoritas guru hanya mendapatkan honor rata-rata di bawah upah minimum regional (UMR).
“Berdasarkan hal tersebut, jika sekolah tidak diperbolehkan memungut biaya dari masyarakat, maka yang akan menjadi korban pertama dari kebijakan ini adalah pemenuhan kesejahteraan guru yang sangat jauh dari yang diharapkan,” kata Didik.
Sebelumnya, JPPI bersama dengan tiga Pemohon perorangan, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum menguji Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Pasal tersebut menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, inkonstitusional secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa memungut biaya”.
Agenda sidang hari ini, Rabu, 11/9, dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya. Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan pihak dari lembaga pelaksana pendidikan swasta yang ada di Indonesia terkait urgensi pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta tanpa dipungut biaya.*
Laporan Syahrul Baihaqi