FORUM KEADILAN – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa pemerintah saat ini sedang menggodok peraturan soal dana pensiun wajib untuk pekerja di Indonesia.
Kebijakan baru ini adalah tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
“Tindak lanjut Pasal 189 ayat 4 di mana pemerintah dapat membuat program pensiun tambahan yang bersifat wajib untuk pekerja dengan penghasilan tertentu yang dilaksanakan secara kompetitif,” ujar Ogi dalam acara HUT Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) ke-39 di Jakarta, Selasa, 3/9/2024.
Ogi mengatakan bahwa nantinya aturan ini akan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan diturunkan dalam Peraturan OJK (POJK).
Ogi menyebut bahwa langkah ini memiliki tujuan untuk meningkatkan replacement ratio atau rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan gaji yang diterima saat bekerja.
Kini, replacement ration di Indonesia berada di bawah standar Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organization (ILO) atau masih berada di level 15-20 persen.
Padahal, ILO menetapkan nilai replacement ratio setidaknya 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja.
Di sisi lain, berdasarkan Pasal 189 ayat 4 Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) disebutkan bahwa kriteria pekerja yang bakal dikenakan dana pensiun wajib ini adalah yang telah memperoleh pendapatan di atas batas tertentu.
Walaupun begitu, ia tidak membeberkan lebih lanjut soal berapa minimal nominal gaji pekerja yang akan dikenakan kewajiban iuran ini, karena kebijakan ini masih dalam pembahasan.
“Pekerja yang memiliki penghasilan melebihi nilai tertentu, diminta untuk tambahan iuran pensiun secara sukarela, tambahan tapi wajib, ini akan diatur dalam PP dan POJK yang sedang disusun” ujar Ogi.
Penyelenggaraannya pun bisa lewat Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan akan dikelola secara komprehensif.
Walaupun demikian, siapa yang akan mengelolanya masih dalam tahap pembahasan dan belum bisa dibeberkan.
Hal ini juga berarti nantinya, pegawai swasta bakal diminta untuk membayar iuran tambahan di luar Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan (TK).
“Siapa yang akan menyelenggarakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib, sudah pasti itu bukan di BPJS TK, jadi bisa di DPPK atau di DPLK,” lanjut dia.
Sementara itu, BPJS TK yang sifatnya jaminan sosial cakupannya juga bakal ditingkatkan. Untuk diketahui, saat ini cakupan proteksi JHT dan Jaminan Pensiun di BPJS TK adalah sebesar 8,7 persen dari penghasilan terakhir.
“Ini ditingkatkan sampai 40 persen, jadi nanti manfaat pensiun bisa 40 persen dari penghasilan terakhir. Itu nanti aturannya keluar di Januari 2025 dan OJK akan kirim peraturan turunan untuk implementasinya,” tutur Ogi.*