FORUM KEADILAN – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa jumlah masyarakat kelas menengah turun sebesar 9,49 juta jiwa. Turunnya itu imbas dari bencana pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
BPS menyebut bahwa perekonomian Indonesia menderita fenomena ‘long Covid’. Sehingga, pemerintah dituntut agar melakukan penguatan daya beli untuk kelas menengah, bukan hanya untuk kelompok miskin.
Bila kelas menengah kuat, maka daya beli masyarakat secara keseluruhan akan kuat. Merespons pernyataan BPS tersebut, Juru bicara bidang ekonomi Partai Buruh Gede Sandra membenarkan rilisan data BPS tersebut,
“Setuju, hanya kurang lengkap. Covid-19 memang membuat perekonomian negara merosot selama beberapa waktu, namun banyak negara yang tingkat daya beli masyarakatnya kembali pasca Covid,” kata Gede dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 6/9/2024.
Gede mencontohkan, di negara dengan tingkat keparahan Covid-19 yang tinggi, seperti Vietnam, Cina, dan Amerika Serikat, di mana di ketiga Negara tersebut pertumbuhan indeks GDP riil telah kembali ke trek pra-Covid.
“Sementara untuk indikator yang sama, pertumbuhan indeks GDP rill di Indonesia tidak pernah kembali ke trek pertumbuhan pra-Covid,” sebutnya.
Menurut Gede, hal yang membuat Indonesia mengalami fenomena ‘long covid’, karena susah kembali kepada treknya. Kebijakan pemerintah sendiri yang menyebabkan jatuhnya upah riil pekerja.
Kebijakan termasuk Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (UUCK), dan turunannya seperti Peraturan Pemerintah (PP) 36 tahun 2021, yang mengatur kenaikan upah minimum hanya 1,09 persen.
“Jadi pada saat bisnis dan perekonomian tumbuh 4-5 persen, upah minimum hanya diizinkan naik 1,09 persen, dan masih dipotong inflasi 5,5 persen tahun 2022 dan 2,6 persen tahun 2023,” ungkap Gede.
Akibatnya, upah riil menjadi turun di zona negatif sepanjang tahun-tahun pasca Covid, sementara ekonomi terus bertumbuh serta terjadi decoupling antara perekonomian makro dan situasi ekonomi riil di masyarakat.
Turunnya upah riil akan menekan daya beli kelas menengah, yang mana kelas pekerja juga merupakan bagiannya. Bila daya beli masyarakat menurun, maka industri terpaksa juga harus mengurangi kapasitas produksinya, akibatnya terjadi berbagai PHK massal seperti yang dilihat belakangan ini.
“Karena itu, kami mendesak pemerintahan (Presiden Joko Widodo) Jokowi atau (Presiden terpilih Prabowo Subianto) Prabowo ke depan dapat mempertimbangkan untuk membatalkan UUCK untuk sepenuhnya, karena terbukti telah ikut berkontribusi dalam menyebabkan anjloknya daya beli kelas menengah di Indonesia,” pungkasnya.*
Laporan Merinda Faradianti