Masalah Pendelegasian Gubernur Erzaldi Rosman di Pusaran Kasus Dugaan Korupsi Timah

FORUM KEADILAN – Kuasa Hukum Terdakwa Suranto Wibowo dalam kasus tindak pidana korupsi tata niaga pertimahan di wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022 Lauren Harianja menilai bahwa pendelegasian kewenangan penerbitan RKB ke Kepala Dinas oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman tidak sah.
Hal ini disampaikan oleh oleh Lauren Harianja di eksepsi dalam sidang kasus korupsi timah yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
“yang mau sampaikan ke hakim ini, pendelegasian kewenangan penerbitan RKB ke Kepala Dinas itu tidak sah,” ujar Lauren dalam Podcast Ruang Redaksi di Forum Keadilan, pada Rabu, 29/8/2024.
Ketika ditanyakan mengapa penerbitan RKB ini tidak sah, Lauren menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) tersebut tak pernah memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk mendelegasikan penerbitan RKB ke Kepala Dinas dan hal ini juga bertentangan dengan UU Nomor 30 tahun 2014.
“Karena Undang-undang tidak pernah memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk mendelegasikan penerbitan RKB ke Kepala Dinas, itu yang pertama,” katanya.
“Yang kedua, pendelegasian ini bertentangan dengan Undang-undang pemerintahan lah ya, nomor 30 tahun 2014, pendelegasian itu bisa dilakukan dengan Perda, tetapi Gubernur melakukannya dengan surat keputusan. Pendelegasian itu kalau Undang-undang menyatakan bisa didelegasikan itu harus bentuknya punya subdelegasi, yang terjadi delegasi itu pun subdelegasi bisa satu tingkat dibawah Gubernur, seharusnya subdelegasi itu didelegasikan ke Sekda bukan langsung ke Kepala Dinas,” jelasnya.
Ia juga menilai penerbitan RKB ke Kepala Dinas yang dilakukan oleh Gubernur mengandung cacat hukum dan tidak sah karena melanggar UU.
“Itu yang saya sampaikan kemarin di eksepsi saya, bahwa pendelegasian kewenangan penerbitan RKB ke Kepala Dinas oleh Gubernur ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengandung cacat hukum dan tidak sah karena melanggar Undang-undang,” imbuhnya.
Isi dari Undang-Undang (UU) nomor 30 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pada bagian penjelasan, dijelaskan pembagian mana menjadi urusan pemerintah pusat dan mana menjadi urusan daerah provinsi, UU ini telah tunjukkan ke Jaksa ketika dalam sidang eksepsi tersebut.
Tidak sampai situ, menurutnya juga menilai pendelegasian persetujuan RKAB yang dilakukan eks Gubernur Erzaldi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Pasal 13 ayat 2 huruf b tentang administrasi pemerintahan.
“Jawaban JPU harus ada putusan tata usaha negara enggak perlu, saya sudah tunjukkan kok ke Jaksa bahwa pendelegasian itu bertentangan dengan Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, Pasal 13,” lanjutnya.
Sebab menurutnya, pendelegasian seharusnya dilakukan melalui peraturan daerah (Perda).
“Bunyinya disebutkan di situ pendelegasian itu pertama harus dilakukan dengan peraturan daerah, Perda. Tetapi, Gubernur Provinsi Bangka Belitung mendelegasikannya dengan surat keputusan, itu yang pertama,” katanya.
Lalu, menurutnya juga kewenangan pendelegasian penerbitan RKB tersebut sebenarnya tidak boleh didelegasikan oleh Gubernur karena UU tidak pernah mengizinkan. Tetapi, hal itu tetap didelegasikan oleh Gubernur Erzaldi.
“Yang kedua, kewenangan pendelegasian penerbitan RKB itu tidak boleh didelegasikan oleh Gubernur, karena apa, Undang-undang tidak pernah memerintahkan, mengizinkan untuk didelegasikan tapi didelegasikan, itu yang kedua,” tuturnya.
Walaupun dalam UU, kata Lauren, bisa saja menyatakan hal yang lain, tapi pendelegasian tersebut semestinya dalam bentuk subdelegasi, satu tingkat dibawah Gubernur.
“yang ketiga, kalaupun Undang-undang menyatakan lain, pendelegasian itu bisa dilakukan tapi dalam bentuk subdelegasi, satu tingkat dibawah Gubernur,” sambungnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh ketentuan yang diatur dalam hal tersebut tidak mewakili apa yang dilakukan oleh Gubernur.
Lauren menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak melihat adanya sebuah mens rea terkait pendelegasian yang diberikan kepada Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan tidak dapat menjawab soal dasar UU no 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
“Jadi kalau saya lihat, dia tidak bisa menjawab, karena Undang-undang no 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan tidak ada mengatur harus ada putusan- putusan tata usaha negara terhadap kesalahan ini, tidak ada alasan-alasan atau pendapat Jaksa menyatakan bahwa harus tidak ada putusan, makanya saya sangat yakin bagaimana keputusan yang adil tetapi di dalamnya melanggar Undang-undang semuanya, itu putusan yang adil itu tidak boleh melanggar Undang-undang kan gitu,” terangnya.
“Jadi wilayah TUN, wilayah TUN ini karena peraturan Mahkamah pun menyatakan seperti itu, penyelenggara negara yang melakukan perbuatan melawan hukum itu adalah kewenangan absolute TUN, kan tidak bisa dipisahkan jabatan Pak Suranto selaku Kepala Dinas, karena dia Kepala Dinas maka dia menerbitkan RKB berdasarkan pendelegasian,” lanjutnya.
Sebagai informasi, Tim penasihat hukum Suranto mengungkapkan terkait RKAB yang diterbitkan untuk perusahaan-perusahaan swasta selama masa jabatannya adalah perintah dari Gubernur Bangka Belitung yang pada saat itu Erzaldi Rosman.
Penerbitan RKAB yang dimaksud, dilakukan untuk lima perusahaan smelter swasta, yakni: PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya; CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya; PT Sariguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya; Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya; dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
Suranto juga mengaku diberikan perintah untuk menyetujui Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL), Rencana Reklamasi (RR), dan Rencana Paskatambang (RPT) Izin Usaha Pertambangan. Perintah itu tertuang di dalam Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/113/ESDM/2019 tanggal 31 Januari 2019.
Lauren juga menyoroti pada saat akhir sidang tersebut, dirinya telah menegaskan terkait Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 tahun 2023.
“Jadi wilayah TUN, wilayah TUN ini karena peraturan Mahkamah pun menyatakan seperti itu, penyelenggara negara yang melakukan perbuatan melawan hukum itu adalah kewenangan absolute TUN, kan tidak bisa dipisahkan jabatan Pak Suranto selaku Kepala Dinas, karena dia Kepala Dinas maka dia menerbitkan RKB berdasarkan pendelegasian,” tegasnya.
Namun, melihat dinamika hukum yang terjadi tersebut menimbulkan pertanyaan mengapa Gubernur yang memberikan mandat kepada pelaksananya untuk menerbitkan RBK tidak dikenai hukum atau dipanggil dalam proses penyelidikan dan persidangan.
“Logikanya gini ya, Kepala Dinas ini adalah bawahan daripada Gubernur, pelaksana, perintah-perintah dari Gubernur dan itu klien saya sudah menjelaskan BAP-nya bahwa ‘saya diperintah oleh Gubernur,”
Walaupun dalam sesi diskusi podcast Lauren mengungkapkan dalam BAP Suranto ada kesaksian Gubernur.
“Kalau di BAP klien saya ada, kesaksian daripada Gubernur, sudah,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Lauren menyebut bahwa bukankah seseorang yang turut andil dalam proses penerbitan bahkan memberikan perintah juga harusnya jadikan tersangka, bukan hanya mereka yang menjalankan delegasi itu.
“Yang jadi pertanyaan, kalau klien saya ini menjalankan perintah atasannya, siapa yang harus bertanggung jawab secara hukum, kalau pun klien saya salah, dijadikan tersangka, yang memerintah dijadikan tersangka dong? Masa yang menjalankan perintah dijadikan tersangka yang memerintahkan tidak jadi tersangka, seharusnya dijadikan tersangka kan gitu,” ujarnya.
Ia lantas menyebut bahwa ini semua hanya tinggal keberanian Jaksa dalam kasus dugaan korupsi timah ini.
“Kalau saya lihat sih, ini kan sudah terang dan jelas ya, semua permasalahannya tinggal keberanian Jaksa,” katanya.
Ketika dirinya ditanyakan kembali, apa yang membuat Jaksa seperti meredam keberanian mereka dalam mengungkap kasus ini lebih dalam, Lauren tak masih belum dapat menjawab karena dirinya masih belum mengetahui secara pasti.
Tapi, ia kembali menekankan bahwa Gubernur yang memberikan perintah telah salah dalam kasus ini. Tetapi hal ini kembali pada keberanian Jaksa.
“Kalau pertanyaan itu saya belum bisa menjawab karena apa, karena saya belum tahu tapi yang jelas, Jaksa harus punya keberanian terhadap ini, kan gitu. Dia diperintah oleh atasannya, kalau yang diperintah melakukan kesalahan yang memerintah juga harus salah. Tapi dengan sampai saat ini kan kita lihat adem-adem saja yang dijadikan tersangka tiga Kepala Dinas, yang menjalan perintah daripada Gubernur yang memerintahkan tidak dijadikan tersangka,” ucapnya.
“Makanya saya nilai punya keberanian kah Jaksa untuk menjadikan tersangka yang memerintahkan,” imbuhnya.*