Putusan MK Blessing in Disguise

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Firman Noor dalam Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan, pada Selasa, 20/8/2024 | YouTube Forum Keadilan
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Firman Noor dalam Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan, pada Selasa, 20/8/2024 | YouTube Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang (UU) Pilkada, khususnya mengenai ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.

Diketahui, putusan ini dibaca pada Selasa, 20/8/2024 siang.

Bacaan Lainnya

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

MK menyatakan partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon selama memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai berikut:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Keputusan MK ini mendapatkan respons yang positif dari berbagai elemen salah satunya adalah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Hal ini dinyatakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Deddy Sitorus yang menyebut bahwa putusan MK adalah kado bagi PDI Perjuangan di Pilkada 2024.

Ia juga menyinggung soal MK yang dulu sempat dibajak oleh kekuasaan, tepatnya dalam putusan 90 soal batas usia calon presiden dan wakil presiden.

Menurutnya, putusan MK ini begitu penting karena belakangan terdapat upaya-upaya yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk menghadirkan kotak kosong di Pilkada, khususnya di Jakarta.

Deddy menambahkan, putusan MK ini adalah bentuk kemenangan rakyat melawan oligarki Partai politik walaupun dirinya tak menyebutkan siapa saja oligarki parpol tersebut.

Keputusan MK Blessing In Disguise

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Firman Noor dalam Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan, pada Selasa, 20/8/2024 menilai bahwa putusan MK ini merupakan blessing in disguise atau berkah yang tersembunyi.

Mengingat  bahwa putusan MK sebelumnya, menurut Firman menguntungkan Partai besar yang mempunyai kepentingan sendiri hingga menimbulkan sebuah konflik pada kontestasi Pilpres dan Pileg lalu.

Blessing in disguise, karena terus terang sudah merasa sedikit patah arang dengan sistem seperti ini begitu yang memang sudah mulai dikritisi sejak awal begitu ya bagaimana, Indonesia membuat aturan yang cukup unik yang sebetulnya itu lebih mewakili kepentingan Partai-partai besar dan punya potensi untuk mereduksi kandidat atau calon-calon potensial alternatif dengan membuat saringan yang demikian berat dan saringan ini ternyata punya access yang luar biasa, salah satunya juga menyuburkan politik kartel dan juga akhirnya secara tidak langsung menyuburkan politik uang dan oligarki,” jelas Firman Noor dalam Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan, pada Selasa, 20/8/2024.

Firman juga mengatakan bahwa adanya istilah ‘sewa perahu’ terkait ketentuan Presidential Threshold yang menurut Firman menjadi kontraproduktif bagi demokrasi.

“Karena akhirnya kita kenal istilah sewa perahu dan lain-lain di situ kan untuk menggenapi ketentuan Presidential Threshold itu, begitu dan bagi saya ini kontraproduktif bagi demokrasi, karena demokrasi itu lah justru lahir dari upaya untuk kritis terhadap kekuasaan, jadi DNA dari demokrasi itu bukan afirmatif terhadap kekuasaan sebagaimana sistem otoriter atau dictatorship, tapi satu sistem yang penuh kecurigaan,” lanjutnya.

Firman yang mengutip dari Abraham Lincoln Presiden Amerika Serikat (AS) ke-16 yang menyatakan “that we here highly resolve that these dead shall not have died in vain–that this nation, under God, shall have a new birth of freedom–and that government of the people, by the people, for the people, shall not perish from the earth.” Ia mempertanyakan apakah pemerintah saat ini yang dipilih oleh rakyat benar-benar memenuhi dan bekerja untuk rakyat sebagaimana semestinya.

“Apakah memang pemerintahan yang dipilih ini akan benar-benar memenuhi janjinya dan benar-benar bekerja untuk rakyat sebagaimana yang dikatakan oleh Lincoln di abad ke-17 saya kira yang dia mengatakan, bahwa the real or the pure government is the government by the people, for the people and from the people, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat,” ujarnya.

Momen Pemilu, kata Firman, menjadi sebuah momen untuk mengimplementasikan Demokrasi Pemilu dan apakah layak untuk dilanjutkan kedepannya.

“Jadi esensi itu adalah kerakyatan dan akhirnya pemerintahan yang terbentuk itu adalah lahir untuk kemudian dikritisi, karena esensinya kecurigaan, nah esensi demokrasi juga adalah ingin memberikan alternatif-alternatif yang terbaik, sehingga dalam momen Pemilu, nah Pemilu ini merupakan salah satu implementasi paling real, dalam demokrasi Pemilu itu adalah ajang untuk exercising apakah pemerintahan ini layak dilanjutkan atau tidak,” pungkasnya.

Pos terkait