FORUM KEADILAN – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terhadap Suhartoyo, yang menyatakan bahwa pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah.
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Oenoen Pratiwi dan dibantu dengan Ganda Kurniawan dan Irvan Mawardi menilai, penerbitan Surat Keputusan (SK) Suhartoyo sebagai Ketua MK tanpa mencabut SK pengangkatan Anwar Usman merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan asas hukum.
“Pengadilan berpendapat bahwa tindakan Tergugat yang hanya menerbitkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru, namun tidak menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian atas posisi Penggugat sebagai Ketua MK sebagaimana Keputusan Nomor 4/2023 adalah tindakan yang tidak sesuai dengan asas hukum dan norma perundang-undangan,” ucap Oenoen, Selasa, 13/8/2024.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim PTUN menyebut bahwa pengangkatan Suhartoyo yang tertuang Surat Keputusan Nomor 4/2023 telah melanggar prosedur hukum perundang-undangan, yakni Pasal 64 dan Pasal 68 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam Asas Kepastian Hukum pada UU Administrasi Pemerintahan, asas dalam negara hukum ialah asas yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
Berdasarkan fakta pengujian di atas, PTUN menilai bahwa MK yang tidak melakukan pencabutan atas Surat Keputusan Nomor 4/2023 sebelum menerbitkan keputusan objek sengketa a quo secara hukum melanggar asas kecermatan dalam administrasi pemerintahan karena tidak cermat dan tidak teliti untuk menggali dan memahami asas hukum serta ketentuan perundang-undangan sebelum menerbitkan objek sengketa.
Menurut majelis hakim, tidak dicabutnya putusan tersebut tidak sekadar persoalan tata laksana pemerintahan semata, melainkan juga terkait dengan kepastian hukum dan kepatuhan atas prosedur hukum yang benar.
“Bahwa pencabutan keputusan tersebut adalah bagian dari kepatuhan terhadap hukum/UU karena berimplikasi pada kepastian hukum pengangkatan Ketua MK yang baru,” lanjutnya.
Selain itu, majelis hakim juga menegaskan bahwa dalam putusan Majelis Kehormatan MK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 tidak disebutkan pencabutan Surat Keputusan Pengangkatan Anwar Usman
Dalam pertimbangan tersebut, PTUN juga membandingkan adanya perbedaan praktik ketatanegaraan antara MK dan Mahkamah Agung (MA), di mana Ketua dan Wakil Ketua MA ditetapkan oleh Presiden Indonesia sebagai kepala negara.
Pengadilan berpendapat bahwa pengesahan dan penetapan oleh Presiden selaku Kepala Negara bukan bentuk ketidaksetaraan antara tiga kekuasaan negara, namun agar terjadi ketertiban dan keteraturan serta praktik bernegara yang tertata secara baik.
Oleh karena itu, atas pertimbangan tersebut, pengadilan berpendapat bahwa penerbitan objek sengketa telah terbukti melanggar prosedur perundang-undangan dalam UU Administrasi Pemerintahan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, maka secara hukum harus dinyatakan batal, sehingga dalil Penggugat terhadap hal ini secara hukum harus dikabulkan.
Majelis hakim PTUN lantas memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang menjadi objek sengketa.
“Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, S.H, M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” bunyi petikan amar putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.*
Laporan Syahrul Baihaqi