KontraS: Ada 9 Kasus Penyiksaan Juni-Agustus 2024, Korban Didominasi Anak di Bawah Umur

Prescon Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Prescon Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat setidaknya terdapat 60 kasus penyiksaan yang ditemukan selama periode Juni 2023 hingga Mei 2024, yang turut dilakukan oleh lembaga keamanan negara.

“Di mana 40 peristiwa dilakukan oleh kepolisian, 14 Peristiwa dilakukan oleh TNI, dan 6 peristiwa dilakukan oleh lembaga kemasyarakatan,” kata Divisi Riset dan Dokumentasi kontraS Helmy Hidayat di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin, 12/8/2024.

Bacaan Lainnya

KontraS juga mencatat, selama tiga bulan terakhir (Juni hingga Agustus 2024), ditemukan 9 kasus penyiksaan yang mengakibatkan 29 orang terluka dan 1 tewas. Dari 30 korban tersebut, 15 di antaranya adalah anak di bawah umur.

“Jika dirata-rata, pemantauan KontraS menemukan setidaknya 10 orang menjadi korban penyiksaan setiap bulannya pada rentang waktu Juni-Agustus 2024,” ungkap Helmy.

Helmy menyebut, peristiwa penyiksaan di Indonesia bak fenomena gunung es yang tidak semua kasus bisa muncul ke publik.

“Hal tersebut dikarenakan ketakutan korban atau tidak terbukanya lembaga terkait, saat ini kami juga belum menekankan TNI terlibat dalam aktivitas anti penyiksaan dan sebagainya,” ujarnya.

Kata Helmy, keterlibatan kepolisian dalam meningkatnya kasus penyiksaan disinyalir karena beberapa hal, antara lain prosedur penahanan, interogasi yang memberikan diskresi besar, serta wewenang yang terlalu luas dalam interogasi dan penahanan.

Selain itu, KontraS juga menemukan beberapa peristiwa penyiksaan yang dilakukan oleh sipir, bahkan terjadi pembiaran terhadap proses penyiksaan di dalam tahanan.

Helmy menegaskan, ada 4 motif dasar penyiksaan, yaitu untuk mendapatkan pengakuan, keterangan, sebagai bentuk penghukuman, dan intimidasi melalui pengancaman, paksaan, serta diskriminasi.

“Dalam 3 bulan ini ada 2 motif yang biasa digunakan, yaitu pengakuan dan penghukuman,” katanya.

Hal ini, kata Helmy, tidak terlepas dari diskresi besar yang dimiliki kepolisian, seperti penyidik yang menginginkan jalan instan untuk kepentingan pembuktian.

“Sebab pengakuan pelaku bisa dijadikan alat bukti,” singkatnya.

Sedangkan untuk rentang usia korban penyiksaan, kata Helmy, masih didominasi kalangan anak-anak.

“Anak merupakan korban yang cukup masif dalam praktek penyiksaan di Indonesia untuk Juni 2023-Mei 2024,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait