Minggu, 06 Juli 2025
Menu

CSIS Kritik Pola Rekrutmen Parpol di Pilkada 2024

Redaksi
Prabowo bersama elit partai di koalisinya memberikan keterangan pers di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan, Jumat 13/10/2023.
Prabowo bersama elit partai di koalisinya memberikan keterangan pers di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan, Jumat 13/10/2023. | Charlie Adolf Lumban Tobing/forumkeadilan.com
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyesalkan pola rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik (parpol) di Pilkada 2024.

Arya mengatakan, semestinya Pilkada 2024 menjadi ajang parpol untuk mencari calon yang benar-benar kompeten dan memiliki integritas tinggi.

“Pada dasarnya tentu pilkada harus kita tempatkan sebagai sumber rekrutmen politik nasional karena dia sumber rekrutmen politik nasional kita mendorong partai-partai supaya benar-benar memilih calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang punya kompetensi, pengalaman dan integritas, dan karena dia salah satu sumber rekrutmen politik,” ujar Arya dalam diskusi bertajuk ‘Peta Kompetisi dan Dinamika Pilkada 2024’ di Gedung CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, 8/8/2024.

Namun, kata Arya, faktanya tidak demikian. Menurutnya, parpol hari ini lebih mementingkan elektabilitas, dan tidak menjadikan kompetensi sebagai pertimbangan utama.

“Hari ini kita melihat sepertinya hal tersebut tidak menjadi pertimbangan utama dalam menentukan calon, kecenderungan pada aspek dilihat bagaimana barter politik di antara partai-partai mungkin juga beberapa sisi soal dinasti politik,” ungkapnya.

Menurut Arya, hal ini nampak pada nama-nama yang saat ini digadang-gadang maju Pilkada 2024 di sejumlah daerah.

“Jadi apa yang ingin kita sampaikan dari sisi ini, kalau kita lihat, proses pencalonan itu lebih banyak dipengaruhi oleh konsensus elite, bukan konsensus publik,” imbuhnya.

Arya memberikan simulasi sederhana terkait bagaimana para elite partai mendesain untuk mengusung nama-nama, dengan tingkat kemungkinan kemenangannya tinggi.

“Jadi bagaimana elite mendesain si A maju di sini, si B maju di sini, si C maju di sini, jadi sangat dipengaruhi oleh konsensus elite, bukan konsensus publik,” jelasnya.

Arya menilai, pilkada kali ini tak ada standarisasi sosok yang akan diusung untuk maju. Menurutnya, hal ini tentu akan berdampak pada proses regenerasi serta berpengaruh pada sistem demokrasi yang dijalankan.

“Dan kalau kita lihat sekarang, enggak ada standarisasinya. Seseorang yang bisa dicalonkan partai, tidak ada standar yang jelas, tidak ada mekanisme pencalonannya, tidak ada kualifikasi yang jelas,” tuturnya.

“Saya kira hal ini tentu saja tidak baik untuk proses regenerasi dan juga demokrasi kita,” pungkasnya.*

Laporan Muhammad Reza