Angkatan Muda Muhammadiyah Trenggalek Tolak Izin Tambang

FORUM KEADILAN – Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Trenggalek, Jawa Timur, menolak keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang menerima izin usaha pertambangan (IUP) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua Pimpinan Daerah (PD) Pemuda Muhammadiyah Trenggalek Arifin memimpin pernyataan sikap tersebut.
Diketahui, AMM Trenggalek tersebut terdiri dari PD Pemuda Muhammadiyah Trenggalek, PD Nasyiatul Aisyiyah Trenggalek, PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Trenggalek, PD Ikatan Pelajar Muhammadiyah Trenggalek dan Kwarda Hizbul Wathan Muhammadiyah Trenggalek.
Dalam kesempatan itu, Arifin mengatakan bahwa AMM Trenggalek bersama dengan Aliansi Rakyat Trenggalek kini sedang berjuang untuk mempertahankan ruang hidup dari ancaman tambang emas terbesar di pulau Jawa oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).
Oleh karena itu, keputusan Muhammadiyah yang menerima izin tambang dipandang mencederai perjuangan tersebut.
“Berdasarkan dokumen IUP OP yang diterbitkan oleh Gubernur Jawa Timur PT SMN mendapatkan konsesi lahan 9 dari 14 kecamatan di kecamatan di kabupaten Trenggalek, yang luasnya lebih dari 12 ribu hektare. Jika proyek tambang emas benar-benar beroperasi, maka masa depan masyarakat Trenggalek benar-benar terancam,” ucap Arifik dalam acara penyataan sikap di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Karangsoko, Trenggalek, Minggu, 4/8/2024.
AMM Trenggalek kemudian menyatakan sikapnya dengan menolak keras keputusan PP Muhammadiyah yang telah menerima tawaran izin tambang.
Penolakan tersebut diiringi dengan permintaan AMM Trenggalek kepada PP Muhammadiyah untuk membatalkan keputusan penerimaan IUP tersebut. Sebab menurut mereka, kegiatan tambang ekstraktif memiliki banyak mudarat.
“Tambang ekstraktif menjadi penyebab masifnya perubahan iklim global, kerusakan lingkungan, menurunnya kualitas air dan memicu berbagai macam konflik sosial bagi masyarakat di area tapak tambang,” lanjutnya.
Menurutnya, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah telah berperan aktif dalam memberi advokasi kepada masyarakat yang menjadi korban proyek pertambangan seperti yang terjadi di Banyuwangi, Wadas, termasuk juga Trenggalek.
Sehingga dengan dalil apapun, keputusan PP Muhammadiyah yang menerima izin tambang, bertentangan dengan upaya yang dilakukan LHKP PP Muhammadiyah itu sendiri.
Selama ini, AMM Trenggalek membawa nama besar Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi keagamaan yang mengayomi dan menolong kesengsaraan umum untuk mengumpulkan elemen masyarakat Trenggalek dan bersama-sama menolak masuknya tambang emas di kabupaten Trenggalek yang mengancam ruang hidup masyarakat.
Dengan ini, AMM Muhammadiyah pun menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan PP Muhammadiyah saat ini.
Pemuda Muhammadiyah Trenggalek juga menyebut tidak lagi memiliki legitimasi untuk mengajak masyarakat menolak tambang emas di Trenggalek.
“Bilamana PP Muhammadiyah tidak mengubah keputusan menerima tawaran izin pengelolaan dari pemerintah, maka AMM Trenggalek menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan PP Muhammadiyah saat ini,” ujarnya.
Menurut AMM Muhammadiyah, PP Muhammadiyah telah menafikkan fatwa Majelis Tarjih, Legal Opinion Majelis Hukum dan HAM, Pendapat Hukum LBH Advokasi Publik Muhammadiyah, Kertas Kebijakan LHKP, masukan dari beberapa PWM, serta kajian anggota PP Muhammadiyah sendiri yang membidangi Hukum, HAM, dan LHKP.
AMM Muhammadiyah juga mendesak PP Muhammadiyah membawa permasalahan ini dalam forum Tanwir Muhammadiyah.
Sebab, diterimanya IUP lewat Konsolidasi Nasional yang digelar tertutup pada 27-28 Juli 2024 di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dinilai tak transparan dan juga cacat organisasi.
Sebelumnya diketahui, PP Muhammadiyah sendiri telah membentuk tim pengelolaan tambang. Tim tersebut akan dipimpin oleh Muhadjir Effendy.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Muhadjir ditunjuk bukan karena ia menjabat Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI, tetapi sebagai salah satu Ketua PP Muhammadiyah.
“Profesor Muhadjir Effendy sebagai Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi bisnis dan ekonomi, bukan sebagai Menko PMK,” kata Haedar dalam konferensi pers, Minggu, 28/7.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo lah yang memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Haedar menegaskan keputusan PP Muhammadiyah untuk mengelola tambang sudah melalui pertimbangan matang. Keputusan itu diambil tanpa ikut-ikutan kelompok lain atau polemik yang bermunculan.
“Kalau kami mengambil langkah mengambil keputusan itu bukan karena ikut-ikutan atau bukan juga sebaliknya karena tekanan sosial, tekanan berbagai aspek, semua kita himpun jadi pertimbangan-pertimbangan PP Muhammadiyah dalam mengambil langkah menyangkut pengelolaan tambang ini,” tegasnya.*