Kasus Korupsi Timah, Dua Terdakwa Ajukan Eksepsi

FORUM KEADILAN – Dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 mengajukan eksepsi atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Agenda sidang pembacaan surat dakwaan dari JPU dipimpin oleh Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji, ditemani dua hakim anggota, yaitu Rios Rahmanto dan Sukartono di Ruang Sidang Kusumahatmaja, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu, 31/7/2024.
Kedua terdakwa tersebut ialah Kadis ESDM 2021-2024 Amir Syahbana dan Kadis ESDM 2015-2019 Suranto Wibowo. Sementara Rusbani memilih untuk tidak mengajukan nota keberatan.
Awalnya, ketua majelis hakim bertanya kepada para terdakwa apakah mereka akan menggunakan haknya untuk mengajukan nota keberatan. Ia lantas mempersilahkan kepada para terdakwa untuk berkonsultasi dengan penasihat hukum masing-masing.
“Setelah berkonsultasi, terdakwa atau klien kami menggunakan haknya mengajukan eksepsi,” kata penasihat hukum Amir Syahbana dalam persidangan, Rabu.
Setelah itu, Fajar memberikan kesempatan kepada penasihat hukum Amir dan Suranto untuk mengajukan eksepsi. Ia lantas menunda persidangan untuk satu minggu dengan agenda mendengarkan eksepsi terdakwa.
“Kita tunda dan kita buat kembali pada hari Rabu, 7 Agustus 2024 dengan acara eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa,” kata Fajar.
Sementara untuk terdakwa Rusbani yang menolak mengajukan eksepsi hanya akan menunggu majelis hakim menjatuhkan putusan sela yang rencananya diagendakan pada 28 Agustus 2024.
Dalam kasus korupsi timah, diperkirakan negara mengalami kerugian hingga Rp300 triliun yang terdiri dari timbulnya kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal, biaya sewa smelter yang mahal dan pembayaran PT Timah terhadap hasil tambang ilegal.
Atas perbuatan ketiga terdakwa, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (primair) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 (subsidair).*
Laporan Syahrul Baihaqi