Minggu, 06 Juli 2025
Menu

Tiket Konser Akan Kena Cukai, Begini Kata Bea Cukai

Redaksi
Ilustrasi konser | Ist
Ilustrasi konser | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait isu pemerintah yang berencana untuk mengenakan biaya cukai terhadap tiket konser.

Melalui sebuah unggahan di akun media sosial X @beacukaiRI, Jumat, 26/7/2024, Bea Cukai menyampaikan bahwa isu terkait kebijakan ekstensifikasi cukai tersebut disampaikan pada kuliah umum lingkup akademik. Namun, semua itu masih menunggu tanggapan dari sejumlah pihak.

“Faktanya, isu kebijakan ekstensifikasi cukai tersebut belum masuk kajian. Isu tersebut merupakan bahasan dalam kuliah umum di ruang lingkup akademik,” tulis Bea Cukai dalam unggahan tersebut.

Bea Cukai juga mengatakan bahwa pada dasarnya, kriteria barang yang dikenakan cukai adalah yang bersifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya yang dapat menimbulkan dampak negatif untuk masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Hingga kini, barang yang dikenakan cukai baru ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau.

Sementara itu, untuk wacana tersebut masih dioptimalisasi melalui ekstensifikasi objek cukai. Prosesnya pun disebut sangat panjang dan perlu melalui banyak tahapan, termsuk mendengarkan aspirasi masyarakat.

“Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut,” ungkap Direktur Komunikasi dan Bimbingan Penggung Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto dalam unggahan tersebut.

Selain itu, Bea Cuka juga masih sangat berhati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai. Misalnya, pengenaan cukai terhadap MBDK dan plastik yang penerimaannya telah dituliskan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi belum diimplementasikan.

“Karena pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya. Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas,” jelasnya.

Sebelumnya, DJBC Kemenkeu tengah mempertimbangkan setidaknya delapan barang untuk masuk ke dalam produk yang dikenakan cukai. Produk-produk tersebut seperti rumah, makanan cepat saji, detergen, tisu, telepon pindat, monosodium glutamate (MSG) atau penguat rasa, batu bara, hingga tiket konser.

Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC, Iyan Rubianto menjelaskan bahwa barang-barang tersebut diusulkan untuk masuk sebagai barang kena cukai karena berpotensi memberikan nilai tambah, terutama tiket hiburan. Menurut Iyan, minat masyarakat terhadap hiburan cukup besar.

“Masyarakat Indonesia itu kaya-kaya, saya rasa perlu dinaikkan (dikenakan cukai terhadap tiket hiburan),” kata Iyan dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai yang disiarkan melalui daring, Jumat, 19/7.

Walaupun demikian, penerapan cukai kepada beberapa barang tersebut menurut Iyan harus dikaji secara mendalam terlebih dahulu. Sebab, jika tidak dilakukan pengkajian lebih dalam, maka akan timbul gejolak di publik.

Pemerintah menganggap bahwa jumlah barang kena cukai di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Indonesia hanya mengenakan cukai pada tiga barang, yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.

Sementara di negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, kata Iyan, memiliki 21 barang kena cukai (BKC). Barang-barang yang masuk dalam BKC antara lain seperti, minuman keras (miras), tembakau, tekstil, motor, kaca, baterai, minyak, minuman, judi, bahkan sampai hiburan.

Brunei Darrusalam juga memiliki 21 BKC, seperti tembakau, fotografi, plastik, kulit, kimia organik, resin, bahan peledak, dan logam mulia.

Dengan demikian, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC, Nirwala Dwi Heriyanto menyebut bahwa belum ada kajian terkait rencana itu. Sejauh ini, pengenaan cukai terhadap barang-barang tersebut baru bersifat usulan.*