Senin, 07 Juli 2025
Menu

20 Tahun RUU PPRT Tak Kunjung Disahkan, Anggota DPR Takut Dirugikan?

Redaksi
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang (kiri pertama), Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy (kiri kedua), Ketua KPAI AI Maryati (tengah), Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah (kanan), Komisioner KND Fatimah Asri (kanan pertama), dalam Konferensi pers 'Pemerintah Harus Sahkan RUU PPRT', di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Jumat, 19/7/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang (kiri pertama), Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy (kiri kedua), Ketua KPAI AI Maryati (tengah), Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah (kanan), Komisioner KND Fatimah Asri (kanan pertama), dalam Konferensi pers 'Pemerintah Harus Sahkan RUU PPRT', di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Jumat, 19/7/2024 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy mencurigai adanya ketakutan dan kekhawatiran anggota DPR dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi Undang-Undang (UU).

Menurut Olivia, alasannya karena setiap anggota DPR pasti memiliki asisten rumah tangga di kediamannya.

“Semua alasan keberatan yang kemudian membuat pembahasan ini lama tidak terjadi, karena mungkin para pemberi kerja yang notabene juga ada anggota legislatif yang sekarang ada, takut akan dampak yang mereka dapatkan kalau ini menjadi UU,” katanya dalam konferensi pers ‘Situasi Kritis, Pemerintah Harus Sahkan RUU PPRT’ di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Jumat, 19/7/2024.

Olivia juga meyakinkan pemberi kerja agar tidak perlu takut mengenai RUU PPRT yang dianggap memuat ancaman pidana.

“Sebelum-sebelumnya ada kekhawatiran pemberi kerja atas ketakutan adanya pidana, padahal ini bukan RUU pidana atau dipidanakan,” ujarnya.

Olivia menekankan, RUU PPRT ini hanya untuk memberikan jaminan sosial bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT).

“Karena mereka juga warga negara yang mempunyai hak, salah satunya ya itu minimal jaminan sosialnya, itu harapan paling kecil dari mereka,” ucapnya.

Jika jaminan sosial saja tidak bisa diberikan, Olivia menyamakan hal ini dengan perbudakan modern yang nyata dilakukan oleh negara.

“Kita tidak bisa mengelak kalau ini bukan perbudakan,” ungkapnya.

“Sehingga tidak ada kekhawatiran menunda ini untuk dibahas dan bila perlu ini ditetapkan,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah berpandangan bahwa ditundanya pengesahan RUU PPRT disebabkan oleh dinamika di Senayan yang tidak bisa diprediksi.

“Tapi harus saya akui bahwa dukungan politik terhadap RUU PPRT ini dari awal memang tidak cukup untuk kemudian disetujui,” tuturnya.

Meskipun pembahasan di Badan Legislatif (Baleg) sudah selesai, Anis mengatakan, pembahasan DPR bersama pemerintah perlu dilakukan.

“Kami juga membutuhkan pengesahan dari Ketua DPR di paripurna sebagian RUU inisiatif DPR,” pungkasnya.

Diketahui, RUU PPRT sendiri merupakan RUU inisiatif DPR RI yang telah diajukan sejak 2004. Tepat menginjak 20 tahun perjalanannya, RUU PPRT yang telah masuk Prolegnas Prioritas 2024 ini belum juga disahkan oleh DPR RI.*

Laporan Novia Suhari