Rabu, 16 Juli 2025
Menu

Pansel Didorong Penuhi Keterwakilan Perempuan dalam Pemilihan Pimpinan KPK

Redaksi
Diskusi bertajuk "Pentingnya Keterwakilan Perempuan dalam Pemilihan Pimpinan KPK 2024-2029", Jumat, 5/7/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Diskusi bertajuk "Pentingnya Keterwakilan Perempuan dalam Pemilihan Pimpinan KPK 2024-2029", Jumat, 5/7/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk penuhi keterwakilan perempuan dalam pemilihan capim KPK untuk periode 2024-2029. Hal ini karena perempuan berisiko lebih tinggi menjadi korban korupsi.

Founder Saya Perempuan Anti Korupsi Judhi Kristantini menilai, korupsi yang terjadi dalam layanan publik memberikan dampak luar biasa pada perempuan. Hal itu, kata dia, juga menjadi pintu masuk dalam terjadinya tindak kejahatan dan kekerasan di mana perempuan kerap menjadi korban.

Oleh karena itu, Judhi menegaskan bahwa perempuan perlu ada di posisi-posisi strategis yang bisa memberi ruang untuk memberikan pertimbangan dalam kewenangan pengambilan keputusan.

Judhi berpendapat, perempuan diperlukan sebagai pimpinan KPK untuk memahami korupsi dengan perspektif gender guna memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan yang berimbang dan inklusif.

“Dengan alasan itu lah maka kita ingin mendorong adanya perempuan dalam jajaran pimpinan, bukan karena sekadar harus ada perempuan,” ucap Judhi dalam diskusi publik di Jakarta, Jumat, 5/7/2024.

Pada diskusi bertajuk “Pentingnya Keterwakilan Perempuan dalam Pemilihan Pimpinan KPK 2024-2029”, turut hadir eks Komisioner KPK, Laode M. Syarief; Anggota Pansel Capim KPK Rezki Sri Wibowo; Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Izza Akbarani; Founder SPAK Judhi Kristantini; dan Kepala Departemen Etik Asia Pulp and Paper Yulia Sari.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Izza Akbarani menggarisbawahi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang stagnan pada 2023, yang hanya berada di angka 34. Menurutnya, penurunan angka IPK disinyalir karena adanya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019 lalu.

Untuk diketahui, Indonesia mencapai Indeks Persepsi Korupsi paling tinggi tahun 2019 yang menyentuh angka 40. Sedangkan pada 2020, angka IPK Indonesia menurun di angka 37.

“Ternyata, Komisi Pemberantasan Korupsi pada saat ini menunjukan sedang dalam titik nadir, KPK berada di tepi jurang,” ucap Izza.

Izza berpendapat bahwa isu ini merupakan salah satu masalah penting yang harus menjadi perhatian oleh pansel capim KPK. Selain itu, Izza juga menegaskan bahwa pimpinan yang dihasilkan dari proses seleksi tersebut harus memiliki sensitivitas dalam isu IPK Indonesia yang menurun.

“Apakah pimpinan terpilih punya perhatian terhadap nilai ini, apakah dia punya visi yg bagus ke depan, katakan lah untuk membenarkan IPK ini. Ini lah salah satu dorongan penting kenapa kita perlu untuk memilih pimpinan yang memiliki sensitivitas di isu ini,” katanya.

Izza juga mendorong Pansel KPK untuk memenuhi keterwakilan perempuan dalam calon pimpinan KPK. Dalam pemaparannya, ia berharap ada perempuan-perempuan hebat yang terpilih menjadi pimpinan dan juga dewan pengawas (dewas) KPK.

Sementara itu, Anggota Pansel Capim KPK Rezki Sri Wibowo tidak tahu menahu terkait berapa banyak jumlah perempuan yang mendaftar sebagai Capim dan Dewas KPK.

Menurutnya, data tersebut masih berubah dan akan bertambah. Bahkan, kata dia, sudah sebanyak ratusan orang yang meregister. Ia mengklaim data tersebut baru bisa ia lihat pada satu minggu ke depan.

Di samping itu, Rezki mengatakan bahwa saat ini terdapat sebanyak 31 orang yang mendaftar sebagai calon pimpinan lembaga Anti korupsi dan 35 orang mendaftar sebagai calon dewan pengawas KPK. Namun, ia belum bisa merinci nama-nama yang sudah terdaftar.

“Tapi semuanya itu kalau kita, demi transparansi, kita mau mencoba untuk umumkan (capim KPK) setelah proses seleksi. Tapi masih didiskusikan lebih lanjut pada saat ini,” ucapnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi