FORUM KEADILAN – Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) diserang. Serangan siber itu diduga disebabkan ransomware brain cipher, varian dari ransomware LockBit 3.0. Aktivitas membahayakan ini di antaranya melakukan instalasi file berbahaya, menghapus file sistem penting, dan menonaktifkan layanan yang sedang berjalan.
Serangan siber pada PDNS yang mengakibatkan layanan publik terkendala, dinilai menjadi serangan paling parah dalam daftar panjang peretasan data pemerintah. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya cadangan atau backup data, serta belum memiliki sistem pertahanan yang cukup kuat untuk menghadapi serangan siber.
Peneliti lembaga riset keamanan cyber CISSR Ibnu Dwi Cahyo menyayangkan pemerintah yang tidak memiliki antisipasi yang baik dalam melawan serangan siber.
“Paling kita sesalkan adalah kita tidak punya backup data, sehingga data kementerian dan lembaga negara banyak yang hilang. Kalaupun ada backup-nya tapi tidak semua. Kalau hilang semua, tidak ada, backup ya berbahaya,” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 29/6/2024.
Menurut Ibnu, pemerintah lagi-lagi tidak aware (peduli) terhadap peretasan yang pernah terjadi sebelumnya. Katanya, sekuat apa pun satu sistem jika tidak memiliki backup data, maka sama dengan omong kosong.
“Mau sebagus apa pun sistemnya, backup adalah wajib dilakukan. Itu sebagai salah satu langkah mitigasi kalau sudah ada serangan. Di mana pun, backup data penting, apalagi data kementerian dan lembaga negara terkait hajat hidup masyarakat banyak. Ini membuktikan bahwa pemerintah juga harus belajar banyak, bahwa mengelola data masyarakat tidak bisa main-main,” tegasnya.
Ibnu tak memungkiri, kemajuan teknologi membuat peretas makin canggih melakukan serangan siber. Namun, di masa digitalisasi saat sekarang ini pemerintah harus mempersiapkan diri dan dana untuk membangun dan mendesain perlindungan data.
“Sistem PDNS harus kuat, memang itu enggak murah. Tapi harus dilakukan. Karena, backup wajib hukumnya. Apalagi data nasional, kita berharap ke depannya pemerintah bisa berbenah,” harap Ibnu.
Ibnu menerangkan, bocornya data masyarakat tersebut mengakibatkan dampak yang sangat parah. Sebab, data itu hampir berasal dari semua kementerian dan lembaga negara. Sehingga, banyak program dan aktivitas yang tidak berjalan normal.*
Laporan Merinda Faradianti