FORUM KEADILAN – Plt Wakil Kepala OIKN Raja Juli Antoni mengatakan, pihaknya meminta tambahan anggaran sebesar Rp29,8 triliun dalam pagu Indikatif Tahun Anggaran 2025. Sedangkan, pemerintah telah menetapkan anggaran OIKN di tahun depan sebesar Rp505,5 miliar.
Raja Juli menjelaskan, kenaikan itu dikarenakan adanya konsekuensi pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) di IKN yang akan diserahkan oleh Kementerian PUPR kepada OIKN. Kemudian, pembiayaan itu juga dimaksudkan untuk melanjutkan pembangunan dalam ekosistem kota yang baik di IKN.
Melihat adanya penambahan biaya fantastis tersebut, Ekonom Partai Buruh Gede Sandra menyebut pembangunan megaproyek IKN sulit direalisasikan. Tak tanggung-tanggung, Gede menyebutkan jika IKN tidak berjalan sesuai target maka akan membuat ‘boncos’ APBN.
Pasalnya, nilai nyata investasi dari 2023 sampai Januari 2024 baru terjadi sekitar Rp47,5 triliun. Nilai itu jauh dari target Rp100 triliun investasi yang ditetapkan pemerintah pada akhir 2024. Sedangkan, porsi APBN untuk pembangunan IKN tahap 1 dan 2 sudah terpakai sekitar 80 persen atau Rp72,1 triliun.
“Saya melihatnya (IKN) sulit direalisasikan. Karena biaya APBN ini bisa direlokasikan ke pos yang lain. Karena sekarang kan ada program pemerintah lainnya, yaitu makan siang gratis. Cenderung gagal, kalau dibilang gagal tidak berjalan sama sekali. Tapi ini masih dicoba diusahakan,” katanya kepada Forum Keadilan, Selasa, 11/6/2024.
Menurut Gede, IKN akan sulit direalisasikan dalam waktu singkat, sehingga biarlah IKN menjadi proyek Istana yang akan ada seiring berjalannya waktu dan tanpa ada tekanan.
“Biarlah IKN ini menjadi proyek Istana, seperti Istana Kepresidenan lainnya. Jika Presiden ke Kalimantan, maka ada Istana nya di sana,” jelas Gede.
Gede mengatakan, ide pemindahan ibu kota sendiri sudah bermasalah dari awal. Letak geografis atau jarak yang memakan dua pulau berbeda, menjadi masalah tambahan yang tidak bisa dianggap remeh. Di luar negeri, kata Gede, tak sedikit negara yang gagal dalam pemindahan ibu kota.
Gede mencontohkan Brazil. Di mana, Brazil menjadi negara pertama di Amerika Latin yang memindahkan ibu kotanya pada 1960. Ide ambisius sang Presiden Juscelino Kubitschek de Oliveira yang melakukan percepatan pembangunan untuk 50 tahun ke depan dalam lima tahun masa jabatannya, membuat pemindahan ibu kota Brazil tak sesuai harapan.
“Ada juga negara yang berhasil memindahkan ibu kotanya, yakni India. Tetapi, pemindahan ibu kota India hanya berjarak beberapa kilometer, sehingga jarak juga menjadi opsi penting untuk dipertimbangkan,” jelasnya.
Namun, Gede percaya pemerintahan selanjutnya akan memikirkan porsi yang tepat untuk pembangunan IKN, sehingga dana APBN bisa diefektifkan sedemikian rupa dan berjalan sesuai target.*
Laporan Merinda Faradianti