FORUM KEADILAN – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari KontraS, Imparsial, dan keluarga korban kasus penghilangan paksa 1997-1998 mengajukan gugatan ke kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas Keputusan Presiden (Keppres) nomor 13/TNI/24 per tanggal 21 Februari 2024 tentang Pemberian Pangkat Kehormatan Jenderal Bintang Empat Prabowo Subianto.
Menurut Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Jane Roslaina, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak pantas memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto yang mana terkait dugaan keterlibatan peristiwa penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998.
“Kita baru saja daftarkan gugatannya dan kita akan melihat sejauh mana PTUN berani untuk menguji keputusan TUN yang dilakukan oleh Presiden, yang mana kami cermati, memiliki sejumlah catatan dan bertentangan dengan perundang-undangan terutama UU TNI, HAM, dan asas umum pemerintahan yang baik,” katanya di Kantor PTUN, Jakarta Timur, Selasa, 28/5/2024.
Lebih lanjut, Fadhil Alfatan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan bahwa pemberian gelar kehormatan tersebut tidak pernah diatur dalam UU Gelar Tanda Jasa atau Kehormatan.
“Setelah KontraS mengajukan permohonan informasi ke Sekretariat Negara, ternyata tidak ada sama sekali itu dibahas, dan tidak ada sama sekali dasar hukum dalam UU Gelar Tanda Jasa dan Kehormatan yang digunakan. Yang ada justru usul atau rekomendasi dari Panglima TNI, pada 16 Februari 2024, sebelum kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Keppres yang jadikan gugatan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Fadhil mempertanyakan landasan hukum pemberian pangkat tersebut.
“Kalau kita mengacu kepada UU TNI, Kenaikan Pangkat itu merupakan bagian dari pengembangan karir TNI, dan sekarang pertanyaannya karir TNI macam apa yang akan dikembangkan dalam konteks pemberian gelar kepada Prabowo Subianto. Jadi secara hukum, dalam konteks UU TNI tidak ada landasan atau pijakan hukum yang digunakan,” tandasnya.*
Laporan Novia Suhari