FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024. Dengan begitu, PPP dipastikan tidak memenuhi syarat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen.
Pada sidang pembacaan putusan sela hari kedua, Rabu, 22/5/2024, Mahkamah menolak enam perkara terakhir untuk pencalonan anggota DPR RI. Enam perkara tersebut didalilkan PPP pada Provinsi Jawa Timur, Papua Pegunungan, Nusa Tenggara Timur, Jakarta, Jambi, dan Sulawesi Selatan.
Pada putusan perkara nomor 112-01-17-15/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 pada daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur karena tidak menguraikan secara jelas terkait bagaimana pemindahan suara dapat terjadi. Selain itu, Saldi menyebut, permohonan Pemohon tidak saling berkaitan satu sama lain.
PPP mendalilkan bahwa di dapil Jawa Timur I, Jawa Timur IV, Jawa Timur VI, dan Jawa Timur VII telah terjadi pengalihan suara kepada Partai Garuda sebesar 21.812 suara.
Sementara pada perkara nomor 130-01-17-37/PS/PHPU.DPR DPRD-XXII/2024 untuk Provinsi Papua Pegunungan, MK menilai permohonan PPP tidak menjelaskan secara spesifik terkait bagaimana perpindahan suara terjadi. Oleh karena itu, MK berpandangan bahwa permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil.
Adapun di dapil ini, PPP mengklaim telah terjadi perpindahan suara ke Partai Garuda, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dengan total sebesar 67.910 suara.
Sedangkan dalam perkara nomor 93-01-17-19/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 pada dapil Nusa Tenggara Timur, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan bahwa PPP hanya menguraikan adanya perpindahan suara tanpa uraian memadai. Apalagi, hal itu tidak tercantum dalam posita permohonan.
“Oleh karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, maka eksepsi Termohon berkenaan dengan pokok permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur adalah beralasan menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan, Rabu, 22/5.
Menurut PPP, pada Dapil NTT I dan NTT II terdapat perpindahan total 18.651 suara di dapil tersebut kepada Partai Garuda, sehingga berpengaruh terhadap perolehan suara PPP secara keseluruhan dalam rekapitulasi tingkat nasional.
Dalam sengketa Pileg kali ini, PPP mengajukan sebanyak 23 permohonan ke Mahkamah. Dari 23 permohonan tersebut, 19 permohonan perkara DPR ditolak Mahkamah seluruhnya karena dinilai tidak jelas.
Sementara ketiga belas perkara yang dimohonkan PPP untuk menembus ambang batas parlemen empat persen telah ditolak pada sidang pembacaan putusan sela hari pertama, Selasa, 21/5 kemarin.
Ketiga belas provinsi tersebut ialah Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Tengah, Kalimantan Timur, Aceh, dan Sumatra Barat. Selain itu, ada Banten, Sumatra Utara, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah dan Sumatra Selatan.
Sedangkan perkara lain dinyatakan Mahkamah lolos ke tahapan sidang pembuktian mendatang. Perkara tersebut merupakan permohonan untuk keanggotaan DPRD pada Provinsi Gorontalo, Banten, Riau, Jawa Tengah dan Kalimantan Utara.
Eks Politisi Senior PPP sekaligus Hakim Konstitusi Arsul Sani menggunakan hak ingkarnya untuk tidak berpartisipasi dalam memutus sengketa permohonan perkara partai berlambang Ka’bah itu.
Dengan ditolaknya seluruh permohonan di MK, maka PPP dipastikan tidak dapat menduduki kursi di Senayan karena tidak menembus ambang batas parlemen empat persen.
Berdasarkan rekapitulasi hasil pemilu yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), PPP belum melewati ambang batas parlemen, yakni 3,87 persen dengan jumlah suara 5.878.777 suara.
PPP hanya kurang sebesar 0.13 persen suara atau sebanyak 193.088 suara untuk bisa kembali ke Senayan.*
Laporan Syahrul Baihaqi