Mahfud MD: Pemilu Itu Selalu Curang

Mahfud MD usai pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 22/4/2024.
Mahfud MD usai pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 22/4/2024 | ist

FORUM KEADILAN – Mantan calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD mengatakan, setiap pemilu selalu ada kecurangan tapi bentuknya berbeda-beda setiap pelaksanaannya.

Mulanya Mahfud menceritakan bahwa pemilu terus mengalami perkembangan. Pada 1945, ide pemilu mulai digagas hingga terjadi banyak perubahan di tahun-tahun berikutnya.

Bacaan Lainnya

Seiring perkembangan itu, kecurangan pemilu kerap terjadi. Menurut Mahfud, kecurangan yang terjadi kala itu bersifat horizontal hingga 2014.

“Lama-kelamaan belakangan ini ada ditengarai pola kecurangan pemilu bergeser. Pemilu itu selalu curang, tapi sampai dengan tahun 2014 kecurangan itu sifatnya horizontal antar kontestan, pemerintah tidak ikut, tidak ikut mencurangi,” kata Mahfud dalam acara diskusi yang digelar oleh Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, yang dipantau secara daring, Rabu, 8/5/2024.

Namun, lanjut Mahfud, sejak Pemilu 2019 kecurangan mulai bergeser, tidak hanya kecurangan bersifat horizontal melainkan juga vertikal, suatu kecurangan yang dilakukan tidaknya hanya oleh partai dan peserta pemilu, melainkan pemerintah.

“Kalau horizontal itu parpol (partai politik) melawan parpol atau anggota parpol melawan parpolnya, paslon melawan paslon, itu horizontal. Kalau dulu di zaman orde baru itu vertikal, semuanya sudah diatur, yang menang harus ini yang kalah ini, suaranya kayak gini, di orde baru,” ungkapnya.

“Itu dihapus selama era reformasi dan kita berhasil melakukannya dengan cukup baik, tapi sejak tahun 2019 bergeser menjadi horizontal lagi melibatkan aparat, ini ditengarai,” imbuhnya.

Tetapi, kata Mahfud, kecurangan yang melibatkan pemerintah dilakukan secara samar-samar dengan dalih bahwa fasilitas negara yang digunakan sudah sesuai dengan Undang-undang.

“Fasilitas negara dipakai tapi dipakai alasan-alasan yang ada aturannya, endak apa-apa, ini berdasar ini, berdasar ini, padahal itu kecurangan, sehingga kecurangannya menjadi terstruktur, sistematis, dan masif,” ungkapnya.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengungkapkan bahwa pada Pemilu 2024 juga terjadi kecurangan yang bersifat horizontal dan vertikal.

Sekalipun ada dugaan kecurangan, namun, kata Mahfud, ketika hal itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) justru majelis hakim menolaknya karena dianggap tidak terbukti secara hukum.

“Nah upaya meluruskan melalui Mahkamah Konstitusi, iya sudah dilakukan, namun hasilnya menurut MK dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif itu tidak terbukti secara hukum,” tuturnya.

Kendati begitu, Mahfud mengaku tidak bisa lagi mempersoalkan keputusan MK tersebut. Langkah itu, menurut dia, diambil demi menjaga keadaban dalam dunia hukum di Indonesia.

“Meskipun misalnya merasa tidak puas atau kecewa atas putusan MK, saya harus menerima vonis MK itu sebagai produk pengadilan yang final dan mengikat,” tegasnya.

Mahfud mengaku bahwa langkah yang diambil itu didasarkan pada kaidah hukum fiqih ‘hukmul hakim yarfaul khilaf’ atau putusan hakim harus mengakhiri perselisihan.

“Kalau sudah inkrah iya inkrah, karena saya membayangkan gini, kalau saya tidak puas menggugat lagi, (putusannya) berubah, yang sama (pihak lainnya) tidak puas lagi, berubah lagi, itu endak selesai-selesai. Oleh sebab itu, putusan hakim meskipun salah kalau sudah inkrah ikuti agar negara tidak kacau, rakyat tidak menjadi korban,” pungkasnya.*

Laporan M. Hafid