Senin, 07 Juli 2025
Menu

Menunggu Keterangan Menteri Jokowi di Sengketa Pilpres

Redaksi
Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang dilangsungkan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang dilangsungkan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mawarman Herdiansyah Hamzah menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menghadirkan menteri untuk didengarkan kesaksiannya pada sidang sengketa Pilpres 2024.

Apabila menteri terkait tidak hadir dalam persidangan, maka tindakan tersebut ialah penghinaan terhadap persidangan atau contempt of court.

“Bahkan Presiden Jokowi pun bisa dihadirkan oleh MK. Kalau tidak datang, bisa dikualifikasikan contempt of court,” ucap Hamzah saat dihubungi, Minggu, 31/3/2024.

Ia mengungkapkan, terdapat sanksi pidana bagi pihak yang dianggap telah melakukan penghinaan terhadap persidangan. Hal itu telah diatur dalam Pasal 224 KUHP.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa individu yang dipanggil sebagai saksi atau ahli dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban yang harus dipenuhinya maka dapat diancam sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Namun, kata dia, pasal tersebut tidak berlaku jika pemohon yang meminta menteri untuk hadir ke persidangan. Hal itu hanya berlaku jika Mahkamah yang memanggil.

Hamzah berharap, MK dapat memainkan peran aktif selama sengketa pilpres berlangsung.

“Makanya jangan pemohon yang menghadirkan, tapi MK yang harus aktif memanggil saksi-saksi relevan,” katanya.

Sebelumnya, dalam sidang sengketa pilpres hari kedua, tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, memohon kepada MK untuk menghadirkan beberapa menteri dalam kabinet Presiden Jokowi.

Menteri-menteri tersebut yaitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator bidang Pereknomoian Airlangga Hartarto.

Para pemohon meminta agar MK menghadirkan menteri terkait untuk didengarkan kesaksiannya terkait adanya dugaan kecurangan pemilu.

Kedua pemohon tersebut menilai bahwa keterangan dari para menteri dapat memberikan titik terang terkait penggunaan dan penyalur bantuan sosial yang diduga digunakan untuk kepentingan Prabowo-Gibran dalam pelaksanaan Pilpres 2024.

“Ini adalah satu proses pembuktian terutama terkait dengan kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Sebab bagaimanapun juga penggunaan bansos itu dari APBN dan APBN milik kita semua, bukan milik orang tertentu,” ucap Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Maqdir Ismail, dalam persidangan.

Ketua MK, Suhartoyo tidak lantas mengiyakan permintaan dari kedua pemohon. Ia mengatakan, Mahkamah akan mempertimbangkan lebih lanjut usulan untuk meminta keterangan dari para menteri yang dimaksud.

“Bisa jadi yang diusulkan tadi memang diperlukan juga. Itu sangat tergantung juga dalam pembahasan kami di RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim). Sehingga nanti kalau dihadirkan juga Mahkamah yang memerlukan sehingga para pihak tidak boleh mengajukan pertanyaan,” ungkapnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi