Sabtu, 19 Juli 2025
Menu

Saksi Ahli: TPPU Tak Wajib Buktikan Pidana Asal Lebih Dulu

Redaksi
Sidang lanjutan terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan penipuan serta penggelapan puluhan miliar rupiah Edi Gunawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Sidang lanjutan terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan penipuan serta penggelapan puluhan miliar rupiah Edi Gunawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Saksi ahli PPATK Hardi Setiyo menjelaskan, untuk menyelesaikan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (predicate crime).

Hal tersebut diungkapkannya dalam sidang lanjutan terdakwa kasus TPPU dan penipuan serta penggelapan puluhan miliar rupiah Edi Gunawan.

“Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang, tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya,” katanya di depan Majelis Hakim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dikatakan TPPU merupakan tindakan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

“Jadi intinya, TPPU merupakan perbuatan atas kekayaan yang diketahui dan diduga hasil dari tindak pidana dan disembunyikan sumber sebenarnya,” lanjutnya.

Pada intinya, kata Hardi, dalam konstruksinya sudah jelas bahwa uang yang didapatkan oleh terdakwa berasal dari tindak pidana. Ia juga menyebutkan modus yang sering digunakan pelaku TPPU, salah satunya memasukkan data dan sumber penghasilan palsu.

“Pada saat pelaku membuka rekening dengan sengaja pelaku memberikan informasi yang tidak benar. Kemudian penghasilannya yang biasanya Rp10 juta dia sebut Rp1 miliar, sehingga transaksi yang signifikan yang terjadi di rekening itu akan dianggap maklum,” jelasnya.

Kemudian, tujuan memberikan keterangan yang tidak benar saat transaksi termasuk modus yang sering digunakan. Hal itu dimaksudkan untuk menyelimuti transaksi yang sebenarnya.

“Lalu, tujuan transaksi tunai itu untuk memutus mata transaksi tapi pada saat uang itu digunakan bisa dipertanyakan asal-usul uang itu. Jika uangnya sudah bercampur maka terdakwa lah yang bisa membuktikan bahwa yang terkait dari hasil ini bukan hasil dari tindak pidana. Tapi silakan terdakwa memberikan kesempatan untuk membuktikan itu,” ungkap Hardi.

Selesai proses persidangan, kuasa hukum Edi melakukan tindakan yang tidak mengenakkan kepada wartawan Forum Keadilan. Ia menunjuk dan berbicara dengan suara yang tidak bisa didengar.

Persidangan akan dilanjutkan pada Selasa, 2/4 dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa.*

Laporan Merinda Faradianti