TKN Yakin Prabowo Tak Memaksa Oposisi Masuk Kabinetnya

FORUM KEADILAN – Menampik bagi-bagi jatah kursi menteri di kabinet calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, TKN menyebut tidak akan memaksa pihak yang ingin berada di oposisi masuk ke kabinetnya.
Hal itu diungkap Wakil Ketua Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Juri Ardiantoro, dalam program Podcast Hanya Disini (PHD 4K) Forum Keadilan.
Juri mengatakan, pembagian jatah menteri untuk partai lawan kerap disenandungkan. Para pejuang kampanye hanya berpegang pada prinsip untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
“Prinsip yang selalu utama bagi kami di 02 itu bahwa kita akan menjadikan Prabowo sebagai Presiden Indonesia. Presiden dari seluruh kelompok termasuk kelompok-kelompok yang dalam pemilu tidak mendukung Prabowo. Pihak-pihak yang sama visinya, membangun Indonesia seperti yang dikatakan berulangkali oleh Prabowo. Semuanya demi kepentingan bangsa dan negara, jadi tidak perlu melihat dari partai itu termasuk akomodasi garda yang saat ini berseberangan,” ucapnya dalam PHD K4, Kamis, 29/2/2024.
Juri menilai, peran oposisi juga penting dalam keseimbangan bangsa. Sebab, pemerintah juga perlu diawasi dalam setiap kebijakan-kebijakan yang diputuskan. Tentunya, hal itu akan menjadi obat jika terus diawasi dari partai oposisi.
“Kalau ada oposisi prinsipnya adalah pasti ada keseimbangan, dan saya nggak yakin semua akan masuk pemerintahan. Sebab, bisa karena tidak diajak semua atau ada yang tidak mau, tetapi tetap merangkul dalam urusan kepentingan bangsa dan negara, pemerintahan juga perlu diawasi dikritisi itu juga obat dan kepentingan pemerintahan,” ujarnya.
Menurut Juri, para calon pembantu presiden sudah dalam rancangan Prabowo sendiri.
“Pokoknya kita pengen presidennya Prabowo dan kita yakin Pak Prabowo akan menjadi presiden yang pas. Saya punya pandangan jangan terlalu banyak orang membuat skenario apalagi secara publik, proses yang sebetulnya full dikendalikan oleh calon presiden biar lah beliau yang berpikir untuk melihat dan merancang siapa yang akan membantu beliau,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Juri, masyarakat Indonesia yang secara umum telah melakukan pemilihan umum (pemilu) untuk tetap menjaga suara yang dititipkan kepada calon yang sudah dipilih. Tentunya, dalam mengantarkan Indonesia yang lebih maju dan lebih baik lagi, sehingga pemilu di masa mendatang dapat diperbaiki tanpa ada pemungutan suara ulang.
“Teman-teman masyarakat Indonesia kita baru saja melalui proses yang cukup melelahkan pemilihan umum, sudah memberikan hak suaranya kecuali beberapa daerah yang terkena banjir itu harus diulang seperti di Demak, dan beberapa TPS yang memiliki masalah, kemudian diulang. Mari kita lebih kepada ke depan, pemilu kita perbaiki dan terpenting adalah bagaimana semua bekerja untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara yang lebih maju,” tuturnya.
Menurut Juri yang juga Mantan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), sistem pemungutan suara masih banyak permasalahan yang menyelimuti pelanggaran, sehingga secara literasi pemilu terlihat lebih rumit.
“Terlalu banyak kompleksitas yang meliputi penyelenggaraan pemilu mulai dari sistem pemilu nya itu sangat kompleks yang menyebabkan secara literasi pemilu kita itu rumit, yang kedua sistem pemilu itu kan membuat peserta pemilu banyak kandidat banyak, dilaksanakan dalam satu kesalahan baik nasional maupun daerah dan itu membuat rumit,” terangnya.
Pasalnya, ;anjut Juri, pemilu tidak hanya serta merta terlihat lurus. Dengan demikian, hal itu melahirkan banyak lembaga dari penyelenggara pesta demokrasi tersebut, karena pemilu di Indonesia berpotensi menimbulkan banyak masalah.
“Kompleks pemilu kita juga misalnya penyelenggara pemilu itu ada tiga, KPU teknis pelaksanaannya, Bawaslu yang mengawasi ketiga DKPP sebagai peradilan teknik. Padahal mesinnya cukup satu saja penyelenggara pemilu yang di dalamnya ada bagian pengawasan yang ketiga ada peradilan. Artinya bahwa Pemilu kita sangat berpotensi menimbulkan banyak masalah,” tandasnya.*
Laporan Ari Kurniansyah