Rektor Universitas Pancasila Dinonaktifkan Buntut Dugaan Pelecehan

FORUM KEADILAN – Rektor Universitas Pancasila (UP) berinisial ETH dinonaktifkan buntut kasus dugaan pelecehan.
“Tidak mencopot, tapi menonaktifkan sampai berakhirnya masa bakti Rektor tanggal 14 Maret 2024,” kata Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina UP Yoga Satrio saat dihubungi wartawan, Selasa, 27/2/2024.
Sebelumnya, Rektor UP dilaporkan oleh dua korban atas dugaan pelecehan. Kedua korban tersebut telah membuat laporan di Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.
Namun, laporan yang ada di Bareskrim kemudian diambil alih oleh Polda Metro Jaya.
“Ya tentunya ada pertimbangan-pertimbangan dari Mabes Polri untuk melimpahkan. Karena dalam proses penanganan penyelidikan atau penyidikan ada lapis kemampuan. Ada kasus-kasus yang dapat dilakukan penyelidikan atau penyidikan oleh polsek, polres, polda, hingga Mabes,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary kepada wartawan, Senin, 26/2.
Hingga kini, sudah ada delapan saksi yang diperiksa dalam kasus pelecehan tersebut.
Rektor UP berinisial ETH seharusnya menjalani pemeriksaan pada Senin, 26/2 kemarin. Namun, ETH tidak hadir dan akan diperiksa pada Kamis, 29/2 mendatang.
Salah Satu Korban Merupakan Kabag Humas dan Ventura di UP
Salah satu korban berinisial RZ diketahui merupakan Kepala Bagian (Kabag) Humas dan Ventura di Universitas Pancasila.
Kuasa hukum korban RZ, Amanda Manthovani, mengungkapkan bahwa dugaan pelecehan seksual ini terjadi pada Februari 2023 di ruang kerja rektor.
Kala itu, RZ dipanggil untuk datang ke ruangan terduga pelaku. RZ diberikan tugas oleh oknum rektor, dan saat tengah menyelesaikan tugas tersebut, oknum rektor menghampiri korban lalu melakukan tindakan pelecehan seksual.
Korban kemudian keluar dari ruangan dan melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya. Namun, pada 20 Februari 2023, korban mendapat surat mutasi dan demosi.
Rektor UP Bantah
Rektor Universitas Pancasila berinisial ETH membantah dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya.
“Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut,” ujar kuasa hukum rektor, Raden Nanda Setiawan, dalam keterangannya, Sabtu, 24/2.
Raden menyampaikan, setiap orang memiliki hak untuk membuat laporan. Namun, ia menekankan bahwa terdapat konsekuensi hukum yang harus dihadapi jika laporan tersebut terbukti tidak benar atau fiktif.
“Namun kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian. Tapi perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya,” ujarnya.*