FORUM KEADILAN – Penyelenggara pemilu menyiapkan segala upaya untuk mengantisipasi adanya serangan fajar atau politik uang menjelang pemungutan suara, Rabu 14/2/2024. Pelaku serangan fajar, bisa dikenakan sanksi pidana dan denda hingga puluhan juta.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) Lolly Suhenty mengatakan, pihaknya telah menyiapkan pengawasan 1×24 jam untuk mengantisipasi serangan fajar. Selain itu, Bawaslu juga meminta warga untuk melaporkan kepada Bawaslu apabila mendapati adanya kecurangan pemilu tersebut.
“Lapor ke Bawaslu. Boleh ke akun media sosialnya Bawaslu, ada yang namanya humas atau website Bawaslu. Kami juga membuka hotline pengaduan Bawaslu,” kata Lolly di Gedung Bawaslu RI, Selasa 13/2/2024.
Lolly menjelaskan bahwa laporan itu nantinya akan di proses oleh Bawaslu dan di cek melalui Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu.
Melansir Pusat Edukasi Anti Korupsi, serangan fajar merupakan pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye menjelang pemilu.
Serangan fajar dapat mempengaruhi sistem politik demokrasi, dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi. Ujung-ujungnya, akan terjadi tindak pidana korupsi demi memenuhi tuntutan tersebut.
Praktik serangan fajar sebenarnya diatur dalam UU Pemilu. Pada Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dikatakan, setiap orang yang sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan, memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Kemudian, Pasal 253 ayat 2 aturan itu menyebut bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.*