FORUM KEADILAN – Mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia membagi-bagikan selebaran atau pamflet yang berisi penolakan terhadap politik dinasti dan pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Gerakan tersebut diberi nama Mahasiswa Indonesia Bersatu. Mereka membagi-bagikan pamflet kepada masyarakat yang melintas di jalan tempat mereka beraksi.
Besar dugaan, pamflet itu ditujukan kepada calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dari nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pasalnya, sampai detik ini, Prabowo dinilai masih lekat dengan beberapa insiden kerusuhan pada masa Orde Baru hingga penculikan dan pembunuhan terhadap aktivis.
Sementara Gibran, dia dianggap memerankan politik dinasti di Indonesia. Hal itu karena Gibran mencalonkan diri sebagai cawapres saat bapaknya, Joko Widodo (Jokowi), masih menjabat sebagai presiden di Indonesia.
Lalu, apakah gerakan mahasiswa yang membagi-bagikan pamflet itu tengah ditunggangi oleh pihak tertentu atau sedang menjalankan black campaign?
Pengamat Politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, gerakan mahasiswa tersebut berjalan secara organik, namun pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada pemilu kali akan menunggangi gerakan itu, seperti menyumbang pendanaan.
“Gerakan mahasiswa potensinya tentu organik, soal pembiayaan hal lumrah jika mahasiswa dibantu pihak lain, bisa dari jaringan alumni dan pihak yang memang punya kepentingan, tetapi itu biasa bukan kriminal,” kata Dedi kepada Forum Keadilan, Sabtu, 13/1/2024.
Terlepas dari itu, Dedi menganggap bahwa gerakan tersebut sebagai bentuk kekritisan mahasiswa terhadap pelanggar HAM dan politik dinasti.
“Artinya, gerakan mahasiswa tersebut tetap organik terlebih temanya juga masih terkait langsung dengan kritisisme mahasiswa,” ujarnya.
Menurut Dedi, gerakan tersebut tidak bisa disebut sebagai black campaign atau alat propaganda politik, sebab, pamflet yang disebarkan itu mengandung kebenaran akan fakta sejarah.
“Menyebar alat propaganda yang dari sisi fakta merupakan kebenaran, itu bukan black campaign, hanya negatif saja bagi kandidat yang tertuduh, tetapi dari sisi publik itu baik karena memberikan informasi yang benar terlebih ada kaitan dengan kepentingan bersama, yakni soal moralitas kepemimpinan,” terangnya.
Para mahasiswa itu juga dianggap mewakili keluarga korban yang dulu sempat dikriminalisasi, bahkan yang sampai saat ini masih meminta keadilan terhadap pemerintah Indonesia.
“Tidak saja korban yang terwakili, tetapi masyarakat umum yang memang peduli dengan isu dari kandidat,” tuturnya.
Namun apakah gerakan tersebut dapat menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran? Menurut Dedi, aksi mahasiswa tersebut tidak begitu berdampak terhadap elektabilitas Prabowo, karena gerakan itu dianggap masih belum terlalu masif.
“Nah soal imbas elektabilitas ini perkara lain, meskipun sebenarnya tidak begitu berdampak, terlebih gerakan ini tidak benar-benar masif,” pungkasnya.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Ciputat, Tangerang Selatan, melakukan aksi membagi-bagikan ribuan pamflet penolakan terhadap Politik Dinasti dan pelanggar HAM di Halte depan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis, 11/1.
Mahasiswa itu terdiri dari kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UMJ, PTIQ, ITB-Ahmad Dahlan. Mereka membagi-bagikan pamflet yang bertuliskan ‘Menolak Dinasti Politik dan Penculik’, ‘Tolak Politik Dinasti’, dan tabloid Achtung berjudul ‘Reformasi Dikhianati’.
Selain di UIN Jakarta, para mahasiswa juga melakukan aksi pembagian selebaran serentak di 899 kampus yang tersebar di 35 Provinsi di Indonesia. Total, ada 4 juta selebaran yang dibagikan oleh seluruh mahasiswa.*
Laporan M. Hafid