FORUM KEADILAN – Pemerintah menggelontorkan bantuan langsung tunai (BLT) El Nino kepada sejumlah masyarakat terdampak. Namun, pemberian bantuan sosial (bansos) tunai ini sarat akan kepentingan politik dan cenderung menguntungkan pasangan tertentu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan BLT El Nino kepada sejumlah penerima manfaat di Kantor Pos Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu 27/12/2023. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah naiknya harga kebutuhan pokok.
Selain bantuan tunai sebesar Rp400.000, pemerintah juga telah menyiapkan pangan cadangan berupa beras sejak bulan September 2023. Beras tersebut nantinya akan dibagikan di Januari sampai Maret 2024.
“Bantuan BLT El Nino itu memang untuk menyuntik daya beli rakyat yang terkena kemarin Super El Nino. Karena banyak yang busuk, banyak yang produktivitasnya menurun, sehingga kita harapkan dengan suntikan itu, daya beli rakyat bisa menjadi kembali normal,” ucap Jokowi, Rabu 27/12/2023.
Total anggaran untuk program bansos tunai El Nino ini sebesar Rp7,52 triliun. Sampai 21 Desember 2023, jumlah bantuan yang telah disalurkan sebanyak Rp6,72 triliun, atau 89,36 persen dari total anggaran.
Namun, penyaluran BLT El Nino ini menuai kritik. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, penyalurannya yang dilakukan di masa kampanye dapat digunakan sebagai alat kampanye politik dan menguntungkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) tertentu.
“Bansos yang dipakai pada masa kampanye saat sebelum pemilu ini dimanfaatkan untuk alat kampanye politik oleh pemerintah. Ini yang kurang baik menurut saya,” kata Faisal kepada Forum Keadilan, Kamis 28/12.
Ia juga meragukan keefektifan pemberian BLT El Nino. Sebab menurutnya, dampak El Nino sendiri cenderung menurun, apalagi bulan Desember sudah mulai masuk musim hujan. Baginya, tingkat urgensi pemberian BLT ini tidak seperti saat musim kemarau.
Faisal menekankan, pemerintah harusnya mengantisipasi dampak dari El Nino dari jauh-jauh hari. Jadi, bukan sekadar membagi uang belaka. Menurutnya, yang harus pemerintah lakukan ialah memastikan produksi di setiap lumbung pangan tetap terjaga.
Contohnya, pemerintah bisa menyediakan pompa air yang cukup di daerah lumbung pangan yang diprediksi terdampak El Nino. Hal ini menurutnya, dapat mengantisipasi kekeringan di wilayah tersebut.
“Jadi, itu yang lebih penting dan efektif daripada sekadar bagi-bagi uang,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyebut, pemberian dana bansos memang kerap terjadi saat menjelang kontestasi pemilu. ‘Santa Clause’ istilahnya.
Baik di tingkat nasional ataupun daerah, kata dia, para inkumben akan menggelontorkan bantuan kepada rakyat dengan jumlah fantastis.
Tentunya, hal ini sama-sama saling menguntungkan. Rakyat dapat bantuan tunai untuk mengantisipasi dampak El Nino, sedangkan pemerintah mendapatkan tingkat kepuasan masyarakat.
“Semua pasti ada kepentingan, tidak mungkin tidak ada. Apalagi menjelang pemilu. Rakyat Indonesia sudah mafhum bahwa ini adalah bantuan untuk kepentingan politik. Bukan rahasia umum lagi, ini selalu ada menjelang pemilu,” ucap Ujang kepada Forum Keadilan, Kamis 28/12.
Pemberian bansos tunai kepada publik bisa menambah tingkat kepercayaan masyarakat pada Jokowi. Sehingga, sambungnya, capres-cawapres yang lekat dengan Jokowi dapat elektabilitas yang tinggi.
“Jadi, elektabilitas pasangan yang didukung akan bertambah, karena tingkat kepuasan pada Jokowi tinggi. Makannya bansos itu untuk meningkatkan kepuasan terhadap Jokowi dan berimbas pada elektoral capres yang didukungnya,” pungkasnya.*
Laporan Syahrul Baihaqi