Beda Generasi Sikapi Tragedi 98, Apa Penyebabnya?

FORUM KEADILAN – Aktivis 98 sekaligus dosen dari Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), DR Baiquni, menyoroti perbedaan karakteristik generasi muda dalam menyikapi tragedi 98 yang bersejarah.
Hal ini diungkapkannya saat menjadi bintang tamu dalam Program Menolak Lupa Forum Keadilan TV, Selasa, 19/12/2023.
Dalam pemaparannya, Baiquni menegaskan, gerakan mahasiswa saat ini dibandingkan dengan tahun 1998 atau bahkan dengan tahun 80-an itu jauh berbeda.
“Kalau tahun 80-an itu jelas bahwa mereka sangat kuat dalam konteks diskusi dan literasi, dasar-dasar pemikiran mereka sangat kuat,” katanya.
Baiquni melanjutkan, turun kepada generasi tahun 1998 hingga 1990-an, mahasiswa sudah memahami dan masuk ke tahap implementasi, seperti aksi, mendampingi dan melebur dengan masyarakat.
“Sehingga hasilnya sangat jelas sekali bahwa keberpihakan terhadap rakyat itu semakin kuat. Isunya juga berubah dan kental terhadap kepentingan rakyat,” ujarnya.
“Kenapa? Karena mereka merasa apa pun yang harus didiskusikan sudah bisa mereka cari di aplikasi teknologi seperti Google,” ungkapnya.
“Mereka tinggal cari di Google (mengenai gerakan aksi mahasiswa), sehingga kesadaran Google itu semakin kuat di antara mereka, yang pada akhirnya mereka merasa bahwa diri mereka sudah tidak perlu lagi (tahu) karena semua terjawab melalui teknologi informasi tadi,” sambungnya.
Hal ini yang menurut Baiquni memunculkan penyebutan generasi Strawberry beberapa waktu lalu.
“Tampilan luar bagus tapi di dalamnya rapuh, karena apa pun yang mereka cari itu ada, tapi mereka tidak tahu bahwa di balik itu ada orang yang berperan di sana. Mereka hanya mengetahui panggung depan tapi tidak mengetahui panggung belakangnya seperti apa,” tukasnya.
“Kondisi hutang yang sudah mencapai Rp8 ribu triliun lebih, kondisi barang (kebutuhan) yang semakin tinggi, ketidakadilan mulai sangat tampak di masyarakat, upaya pembungkaman sangat kuat terhadap mereka yang ingin menyampaikan aspirasinya, bagi mereka ‘Itu bukan gue loh, tapi lu’ gitu,” jelasnya.
“Artinya bahwa kondisi mereka akhirnya menjadi individualis yang sangat tinggi,” katanya.
“Sedangkan tahun 2019 ke bawah itu masih mau belajar membandingkan, artinya tidak heran jika demonstrasi terhadap kenaikan BBM, kemudian KPK itu banyak yang turun dan terlibat,” jelasnya.
Bukan hanya itu, kata Baiquni, munculnya pandemi Covid-19 juga menjadi penyebab pengabaian peristiwa penting oleh generasi muda.
“Muncul Covid-19, akhirnya memunculkan mereka sebagai generasi rebahan, yang mana kita tidak bisa bersinggungan lagi, kuliah online yang melemahkan, karena tidak bisa menceritakan (suatu peristiwa) layaknya di kelas,” ucapnya.
“Pernah saya memutarkan film ‘The Black Road of Aceh‘ akibat dari Tsunami Aceh, lalu ‘Globalitation‘ kondisi ekonomi, itu tidak ada feel semangat perlawanan,” kata dia.