Tudingan Nepotisme Warnai Pencalonan Gibran sebagai Cawapres

Ilustrasi Ketua MK Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, dan Presiden Jokowi
Ilustrasi Ketua MK Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, dan Presiden Jokowi | Renaldi Suwanto/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas menilai, pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 merupakan kepanjangan tangan dari nepotisme.

Penilaian Erry itu berangkat dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 tentang batas usia capres-cawapres. MK yang kala itu masih dipimpin oleh Anwar Usman dianggap memuluskan jalannya Gibran untuk mendampingi Prabowo Subianto dalam pesta elektoral mendatang.

Bacaan Lainnya

Menurut Erry, keputusan tersebut terkesan dipaksakan dan dilakukan oleh Anwar Usman yang tak lain adalah pamannya Gibran.

“Sekurang-kurangnya persepsi kuat mengatakan bahwa itu nepotisme,” kata Erry dalam acara podcast Buli (Buka dan Gali) oleh Forum Keadilan.

Erry mengatakan bahwa keputusan itu dilakukan juga karena adanya intervensi oleh pihak-pihak tertentu.

Kendati begitu, Erry mengaku, untuk membuktikan adanya intervensi tersebut memang lah sulit, namun bahwa Anwar Usman adalah pamannya Gibran sekaligus adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan suatu fakta yang tidak bisa ditutupi.

Dengan begitu, semua pihak dapat menilai bahwa MK yang dipegang oleh keluarga Jokowi terindikasi adanya intervensi.

“Sulit kita membuktikan bahwa (ada) intervensi tapi kenyataan bahwa (mantan) Ketua Mahkamah Konstitusi itu pamannya mas Gibran, semua orang tahu dan itu fakta,” ujar salah satu tokoh gerakan Maklumat Juanda itu.

Erry melanjutkan, adanya intervensi itu juga diperkuat karena tidak mundurnya Anwar Usman saat sidang putusan perkara Nomor 90 tersebut.

“Nah itu memperkuat keyakinan bahwa memang nepotisme dari situ,” ungkapnya.

Sebelumnya, sekelompok orang yang mengatasnamakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara (PAN) melaporkan Presiden Jokowi dan keluarganya ke KPK atas dugaan nepotisme.

TPDI dan PAN mempermasalahkan putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Almas Tsaqibbirru terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan yang dibacakan pada Senin 16/10, mengubah syarat capres-cawapres, sehingga mereka yang belum berusia 40 tahun bisa maju di Pemilu 2024 asalkan pernah atau sedang menjabat kepala daerah.

Putusan tersebut dinilai bermasalah karena Hakim Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi. Putusannya pun juga dinilai membuka jalan bagi Gibran yang merupakan keponakannya untuk maju mendampingi Prabowo.*

Laporan M. Hafid

Pos terkait