Kasus Pakta Integritas dan Dugaan Abuse of Power

Ganjar setalah menghadiri Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia yang menggelar acara bertajuk 'Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri' Selasa, 7/11/2023 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Ganjar setalah menghadiri Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia yang menggelar acara bertajuk 'Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri' Selasa, 7/11/2023 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan

FORUM KEADILANPakta integritas yang ditandatangani Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso, menjadi sorotan publik karena diduga memihak pada pasangan calon tertentu.

Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Yan Piet menekan ‘kontrak’ untuk memberikan kontribusi suara pada Pilpres 2024, minimal sebesar 60% +1 untuk kemenangan Ganjar Pranowo sebagai Presiden RI di Kabupaten Sorong.

Bacaan Lainnya

Pakta integritas itu ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus Bupati Sorong.

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Sunanto, meragukan pakta integritas Pj Bupati Sorong. Pria yang akrab dipanggil Cak Nanto tersebut tidak yakin terhadap keabsahan dokumen tersebut.

Sunanto justru menganggap pakta integritas sebagai salah satu black campaign terhadap pasangan Ganjar-Mahfud.

“Surat itu bener atau tidak kan kita tidak tahu dan itu merupakan bagian dari upaya black campaign terhadap pasangan Ganjar-Mahfud,” ucapnya saat dihubungi Forum Keadilan, Sabtu, 18/11/2023.

Forum Keadilan telah mencoba menghubungi Ketua Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Rahmat Bagja untuk meminta konfirmasi terhadap tindak lanjut temuan KPK. Namun, sampai tulisan ini selesai, dirinya tidak membalas ataupun mengangkat panggilan telepon.

Walaupun belum ada kebenaran yang terkuak dari dokumen tersebut, namun pakta integritas yang ditekan Yan Piet dapat berpengaruh pada netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di bawah kuasanya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menyebut bahwa kasus pakta integritas yang ditekan untuk memenangkan Ganjar merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

Ujang menyebut bahwa keberpihakan ASN tidak boleh dilakukan karena merusak birokrasi dan demokrasi.

“Ya sebagai aparat dan ASN tidak boleh menggunakan jabatan dan kekuasaan untuk dukung-mendukung pada paslon tertentu. Ini adalah bentuk abuse of power,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Sabtu.

Selain itu, Ujang menyebut, terdapat peraturan Perundang-Undangan yang mengikat para aparatur negara agar tidak memihak pada kepentingan apa pun.

Undang-Undang yang dimaksud ialah UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pada Pasal 2 disebutkan bahwa ASN harus memegang pada asas netralitas.

Asas netralitas sendiri ialah di mana setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.

“Aturan dan regulasi ada, jadi tidak boleh dilanggar, karena kalau itu terjadi kita sedang dipertontonkan oleh sebuah demokrasi yang dirusak ketidaknetralan yang dilakukan ASN,” lanjutnya.

Ujang meminta agar setiap Penjabat (Pj) diperiksa dan membuat komitmen untuk tidak mendukung paslon mana pun.

“Jadi Penjabat (Pj) jangan jadi alat untuk pemenangan capres-cawapres tertentu. Harus diperiksa dan membuat komitmen untuk tidak memihak. Itu penting, kalau tidak netral ya rugi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Ujang berharap, agar para penjabat yang telah dipilih Presiden harus berjiwa negarawan.

“Untuk menjaga kontestasi agar sehat dan berkeadilan. Maka mereka harus netral dan tidak memihak ke mana pun,” pungkasnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi