FORUM KEADILAN – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Omar Sharif Hiariej atau yang akrab disapa Eddy Hiariej resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan bahwa penandatanganan surat penetapan Eddy sudah dilakukan sejak dua pekan lalu. Meski begitu, Eddy belum juga dilakukan penahanan oleh KPK.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Septa Candra menanggapi perihal tidak ditahannya Eddy oleh KPK. Menurutnya, penahanan terhadap tersangka bukan suatu keharusan, jika harus melakukan penahanan maka itu merupakan suatu pengecualian.
“Penahanan terhadap tersangka itu bukan suatu keharusan, karena prinsipnya tidak harus menahan, kalaupun harus menahan itu merupakan suatu pengecualian,” kata Septa kepada Forum Keadilan, Sabtu, 11/11/2023.
Menurut Septa, ada tiga hal yang mendasari penahanan terhadap tersangka, pertama jika terdapat kekhawatiran tersangka akan melarikan diri. Kedua, khawatir mengulangi perbuatannya, dan ketiga, khawatir menghilangkan barang bukti.
“Jika ketiga hal tersebut tidak terdapat, maka tidak ada kepentingan untuk menahan (tersangka),” ujarnya.
Wakil rektor IV UMJ itu turut mengomentari perihal Eddy yang mengaku belum mengetahui bahwa dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, penetapan tersangka memang ranahnya penyidik sebagai hasil dari penyidikan.
Memang, Eddy boleh saja mengaku belum mengetahui bahwa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Septa meyakini, dalam waktu dekat Eddy yang merupakan guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu akan dipanggil untuk diperiksa dengan status sebagai tersangka.
“Ketika itu pula yang bersangkutan akan tahu secara resmi kalau sudah berstatus sebagai tersangka,” tuturnya.
Septa menilai, penetapan tersangka terhadap Eddy merupakan suatu hal yang normal dalam proses penegakan hukum. Baginya, penetapan tersangka akan dilakukan apabila penyidik merasa sudah selesai dan cukup bukti.
“Artinya, penyidik menyimpulkan sudah terdapat cukup bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, karena penetapan seseorang sebagai tersangka itu adalah suatu proses dalam penegakan hukum pidana yang dilakukan sesuai prosedur, jika proses penyidikan dianggap sudah selesai dan cukup bukti,” terangnya.
Kendati demikian, tersangka bisa saja mengajukan praperadilan apabila menemukan ketidaksesuaian dengan hukum acara pidana, hal itu berguna untuk menguji proses dan prosedur yang dilakukan oleh KPK.
Sebelumnya, Eddy Hiariej dilaporkan ke KPK oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada Maret 2023. Eddy dilaporkan atas dugaan memperdagangkan kewenangannya dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri, perusahaan tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Dalam laporan tersebut, Eddy diduga menerima suap Rp7 miliar melalui dua asistennya, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana dari Helmut Hermawan selaku pengusaha dan pemilik PT Citra Lampia Mandiri.*
Laporan M. Hafid