Kasus Korupsi SYL vs Dugaan Pemerasan Firli Bahuri, Lebih Mendesak Mana?

Pakar hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita saat menyampaikan pendapatnya pada diskusi publik, di cafe diskusi kopi dan ruang berbagi, Jakarta Selatan, Sabtu 28/10/2023.
Pakar hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita saat menyampaikan pendapatnya pada diskusi publik, di cafe diskusi kopi dan ruang berbagi, Jakarta Selatan, Sabtu 28/10/2023 | Ari Kurniansyah/forumkeadilan.com

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Romli Atmasasmita mengatakan, hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat lemah. Terbukti dari adanya kasus dugaan pemerasan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Romli menyinggung, kasus pemerasan yang dilakukan Ketua KPK ini menjadi salah satu kasus luar biasa yang pernah terjadi di Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Menjadi kasus yang luar biasa, karena di lakukan oleh sosok Ketua KPK yang mempunyai pangkat bintang tiga,” ucapnya dalam acara diskusi di Jakarta Selatan, Sabtu 28/10/2023.

Romli menilai, kasus pemerasan yang luar biasa itu mendorong opini agar tim penyidik menuntaskannya.

Namun begitu, menurut Romli, kasus dugaan Korupsi yang dilakukan oleh SYL harus terlebih dahulu diselesaikan. Sebab, dugaan kasus pemerasan juga termasuk dalam kasus tindak pidana korupsi

“Pemerasan itu ada di undang-undang di dalam KPK. Namun, harus lebih mendahulukan kasus korupsinya. Jadi, perkara korupsi harus menjadi perkara yang didahulukan,” lanjutnya.

Selaras dengan Romli, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pancasila Prof Agus Surono juga mengukapkan, dalam proses hukum, masing-masing institusi memiliki kewenangan dalam penyelidikan. Tetapi, hal ini juga bisa dilakukan dengan supervisi yang berkaitan dengan kasus hukum tersebut.

Selain itu, Agus menganggap, dalam proses kasus pemerasan harus memiliki bukti yang cukup untuk menentukan suatu perkara.

Dengan demikian, kasus dugaan pemerasan tersebut harus terhindar dari konflik kepentingan, karena adanya ego dari satu institusi yang merasa paling memiliki kewenangan.

“Harus ada bukti yang cukup. Jangan hanya karena adanya ego institusi, seperti sama-sama menyatakan punya kewenangan dalam mengatasi proses hukum,” tuturnya.

Tindakan hukum yang dianggap berdiri sendiri menimbulkan prasangka adanya proses suar. Hal itu sangat berpotensi dimainkan oleh aktor hukum untuk menutup isu dengan isu lain.

Kata Agus, jangan sampai tindak pidana korupsi yang dilakukan SYL tertutup dengan kasus yang dilakukan Firli Bahuri.

“Sangat berpotensi dimainkan para aktor hukum. Diangkat suatu isu, sehingga menutup korupsi tersebut. Untuk itu, kasus korupsi itu harus didahulukan, baru pada pemerasannya,” katanya.

Pakar Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing pun setuju.

Terkait mana yang lebih urgensi untuk diproses hukum, antara kasus dugaan korupsi SYL dan pemerasan yang Firli Bahuri, yang didahulukan adalah kasus korupsinya.

Sebab, kasus korupsi lebih dulu dilakukan penyidikan dan dilakukan penangkapan terhadap eks Mentan tersebut.

“Kasus korupsinya harus dituntaskan terlebih dahulu baru dilihat lagi kasus pemerasannya. Karena yang lebih dulu proses kasus korupsi,” tutupnya.*

 

Laporan Ari Kurniansyah

Pos terkait