Fahri Hamzah: UU Parpol dan Pemilu Harus Diubah

Diskusi bertajuk "Peran DPR Kawal Tahapan Pemilu usai Pencapresan" yang diadakan di Media Centre DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 26/10/2023 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Diskusi bertajuk "Peran DPR Kawal Tahapan Pemilu usai Pencapresan" yang diadakan di Media Centre DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 26/10/2023 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebut Undang-Undang (UU) Partai Politik (Parpol) dan Pemilihan Umum (Pemilu) harus diubah. Menurutnya, sistem negara ini bermasalah dari parpol dan juga pemilu.

Hal itu ia ungkapkan dalam diskusi bertajuk “Peran DPR Kawal Tahapan Pemilu usai Pencapresan” yang diadakan di Media Centre DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 26/10/2023.

Bacaan Lainnya

Fahri menuturkan bahwa partai politik harus disiplin dalam jenjang kaderisasi partai, sehingga tidak ada lagi pengusaha yang menumpang untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.

“Partai politik harus menegaskan otoritas parpol sebagai satu-satunya peserta di Pemilu dan Pilpres,” ucapnya.

Namun di sisi lain, kata Fahri, partai politik harus serius untuk mengatur karier anggotanya dan tidak boleh berlomba soal keanggotaan.

“Di sisi yang lain, saya mengusulkan juga adanya kebebasan kader politik yang jadi pejabat publik,” lanjutnya

“Kalau dua masalah itu kita selesaikan, enak politik kita,” imbuhnya.

Sedangkan di sisi lain, Fahri juga mengkritik UU Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold dan parliamentary threshold.

Dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa paslon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Sedangkan ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 4 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR.

“Maka revisi kedua tentang threshold, kita harus mengakhiri UU Pemilu dan presidential threshold 20 persen dan parliamentary threshold 4 persen,” tegasnya.

Fahri meyakinkan penghapusan ambang batas parlemen dapat memberikan kesempatan kepada wakil daerah meskipun partainya tidak lolos ke dalam parlemen.

“Nggak ada kesulitan mengelola partai yang banyak di parlemen ini. Bubarkan fraksi jika mau,” ujarnya.

Fahri pun mempertanyakan mengapa harus terdapat fraksi. Padahal, kata dia, prinsip voting hanya ada dua, setuju atau tidak setuju.

“Jangan sampai penyesalan akan muncul kembali di ujung,” katanya.*

Laporan Syahrul Baihaqi