Pengamat: Tak Mungkin BUMN Transaksi Senjata Ilegal

Gedung BUMN
Gedung BUMN | ist

FORUM KEADILAN – Pengamat BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) sekaligus Dosen FEB UI Toto Pranoto menanggapi soal dugaan tiga BUMN yang menjadi pemasok senjata ke Myanmar.

Tiga BUMN tersebut ialah PT Dirgantara Indonesia bergerak di bidang konstruksi dan pengembangan pesawat terbang, PT PAL bergerak di bidang pembuatan kapal, dan PT PINDAD bergerak di bidang produksi peralatan pertahanan.

Bacaan Lainnya

Menurut Toto, ketiga BUMN tersebut merupakan industri strategis persenjataan nasional yang memang sudah melakukan banyak transaksi di berbagai negara, sehingga kecil kemungkinan perusahaan itu melakukan transaksi ilegal.

“Common sense (masuk akal) menurut saya, kan ketiga perusahaan itu semua industri strategis persenjataan nasional. Mereka juga sudah melakukan banyak kontrak dengan banyak mitra dagang di negara ASEAN dan di negara lain. Jadi menurut saya sih itu persoalan biasa bahwa mereka memiliki kontrak dagang yang legal dalam rangka ekspor senjata atau alutsista,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan, Selasa, 10/10/2023.

Toto melanjutkan, dari latar belakang ketiga BUMN tersebut sangat jelas bahwa mereka bisa menjadi pemasok senjata ke sebuah negara. Meskipun begitu, ketiga BUMN itu akan diawasi secara ketat dan semua transaksi diaudit oleh beberapa pihak.

“Karena kan nggak ada masalah juga bahwa mereka menjual, ekspor senjata ke banyak negara, sekarang Myanmar sedang dalam kondisi tidak stabil secara politik kan itu perkara berbeda. Menurut saya, BUMN tidak mungkin melakukan transaksi dagang secara ilegal, gimana caranya? Kan BUMN itu diaudit oleh banyak pihak dilakukan pelaporan secara teratur baik itu pada Kementerian BUMN dan auditor. Jadi, sangat tidak mungkin atau amat sulit bagi BUMN melakukan transaksi ilegal,” tegasnya.

Selain itu, untuk melaksanakan transaksi perdagangan alutsista, persetujuan dari berbagai pihak diperlukan. Kemudian, terdapat perjanjian yang mengikat dengan ketat. Oleh karena itu, menurut Toto, peluang BUMN untuk melakukan transaksi yang melenceng sangat minim.

“Musti dicek, pembeli di Myanmar-nya siapa. Pasti pembeli di Myanmar adalah negara, lewat Kementerian Pertahanan mereka. Jadi nggak mungkin mereka jual ke pihak lain di luar negara, karena sangat berbahaya. Biasanya dalam perjanjian seperti itu juga ada perjanjian yang mengikat, seperti senjata yang dibeli tidak akan dipakai untuk kepentingan destruktif dalam rangka macam-macam lah. Dengan model begitu, transaksinya normal-normal saja kan ya,” tutup Toto.

Sebelumnya, tiga perusahaan plat merah Indonesia yang bergerak di industri pertahanan dilaporkan ke Komnas HAM, Senin, 2/10 kemarin, dengan dugaan melanggar regulasi Indonesia serta perjanjian internasional.

Pihak yang melaporkan tiga perusahaan tersebut ialah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Myanmar Accountability Project; Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization, Za Uk; dan mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman.

Mereka menyebut tiga BUMN tersebut memiliki hubungan dagang persenjataan dengan Myanmar sebelum kudeta tahun 2022. Mereka menduga, jual beli itu terus berlanjut ketika pemerintah junta militer Myanmar kembali berkuasa.*

Laporan Merinda Faradianti