FORUM KEADILAN – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, pihaknya bersama Kejaksaan Agung membongkar sejumlah perkara korupsi di BUMN, salah satunya korupsi di Jiwasraya.
Upaya Erick bersih-bersih korupsi di lingkungannya itu disebut Associate Partner at BUMN Research Group LMUI Toto Pranoto dalam rangka melegalkan Good Corporate Goverment (GCG). Pembahasan soal melegalkan GCG itu, kata Toto, sudah sejak dua tahun lalu ketika beberapa kasus besar korupsi melanda BUMN.
“Kemudian ia ingin dengan proses yang transparan dan menggandeng Kejaksaan Agung, KPK, atau LBH lainnya untuk bersama menyelesaikan masalah lainnya di lingkup BUMN,” katanya kepada Forum Keadilan, Selasa, 29/8/2023.
Jadi, menurut Toto, jika Erick kembali membuat statement tersebut, hal itu merupakan kelanjutan dari statement sebelumnya agar seluruh kasus terkait dengan begal aspek yang banyak mengganggu kepentingan BUMN ini bisa diselesaikan.
“Langkah ini lebih bagus terbuka transparan, sehingga orang bisa lihat seperti apa, kejadiannya bagaimana kemudian pihak-pihak yang patut dipersalahkan, mulai dari kasus Jiwasraya yang kemudian bergerak ke beberapa peristiwa-peristiwa hukum lainnya. Krakatau Steel dengan investasi besar yang pabrik kemudian tidak memberikan best performance, kemudian pengelolaan dana pensiun. Ke depannya agar lebih transparan,” ucapnya.
Kemudian, Toto melanjutkan, langkah maju supaya persoalan BUMN lebih transparan diselesaikan oleh para penegak hukum dan tidak pandang bulu.
“Korupsi di BUMN luas seperti melibatkan BUMN karya, seperti KAI yang sedang diproses, namun kerugian di sektor penggalangan dana pensiun jauh lebih besar dan itu juga yang akan diselesaikan, masalah-masalah tersebut bisa saja terjadi tapi tinggal memang penyelesaian secara hukum dan diharapkan bisa memberikan efek jera, sehingga pelaksanaan implementasi GCG betul-betul bisa dijaga, sehingga tidak mengulang dan tidak ada kejadian serupa,” lanjutnya.
Penuntasan dan pemberian hukuman yang seolah olah tidak ada efek jera, Toto berpendapat, jika dilakukan tanpa pandang bulu akan mendapatkan dukungan publik.
Lebih lanjut, dikatakan Toto, bersih-bersih BUMN ini juga perlu mendapatkan peningkatan dalam hal Pengawasan di BUMN.
“Secara institusional mekanisme pengawasan BUMN dimulai dari BUMN itu sendiri di mana mereka memiliki dewan pengawas dalam hal ini komisaris BUMN, yang tugasnya mengawasi seluruh rencana kerja yang dibuat oleh Building Investment supaya rencana kerja sesuai dengan plan yang sudah dibuat,” katanya.
“Kemudian setiap tahun juga diaudit oleh oleh kantor akuntan publik baik nasional maupun internasional tujuannya agar mereka mendapatkan pengakuan secara audit, netral dan performance laporan keuangan bisa disajikan dengan kondisi yang ada. Kemudian juga measurement BUMN juga harus melaporkan kinerja mereka selama 3 bulan atau 6 bulan sampai tahunan kepada pihak Kementerian BUMN juga, bahkan untuk investasi besar juga harus melaporkan ke komisaris BUMN untuk mendapatkan persetujuan,” sambungnya.
Jadi, menurut Toto, apabila masih ada kebocoran korupsi di BUMN, yang perlu dipertanyakan adalah mekanisme atau kualitas dari pengawasan itu sendiri.
“Kritik saya terhadap kualitas dari dewan komisaris atau dewan pengawas itu berarti harus dipertanyakan apakah mereka belum mampu melakukan kontrol dengan baik berarti kualitas dari dewan komisarisnya, apakah mereka betul-betul profesional atau tidak menjalankan fungsi pengawasan. Kan sudah dilengkapi dengan alat-alat pengawasan seperti komite audit komite risiko, dan nominasi, jika hal tersebut bisa dijalankan dan berjalan dengan baik,” tegasnya.
Namun, apabila tidak bekerja dengan baik, Toto menyarankan, dilakukan mekanisme di dalam, sehingga bisa mengawasi kinerja BUMN yang lebih baik.
“Karena setiap tahun diaudit oleh BPK maka temuan-temuan BPK harus bisa menjadi warning bahwa di periode audit di tahun depannya sudah ada perbaikan, hal itu yang saya kira harus menjadi catatan menjadi lebih baik untuk pengawasan di BUMN. Jika ke depan nanti BUMN ingin bergerak sebagai identitas bisnis yang mempunyai daya saing kuat bermain di pasar domestik dan pasar global juga,” ucapnya.
Sementara, Pengamat BUMN sekaligus Peneliti Senior di Visi Integritas Danang Widoyoko menilai Erick Thohir tidak konsisten dalam memberantas korupsi.
“Pak Erick ini tidak serius fokusnya. Kalau dia mengangkat isu korupsi, dia dari awal dia tidak serius,” kata Danang kepada Forum Keadilan, Selasa, 29/8.
Menurut Danang, Erick hanya mengangkat kasus korupsi hanya kasus per kasus.
“Dia mengangkat kasus itu ketika terjadi kasus Jiwasraya, kemudian Asabri, akhirnya kan pemerintah harus rekapitalisasi strukturisasi. Konteksnya dia case by case saja selesai. Kemudian tidak diurus lagi,” ungkapnya.
Danang berpandangan, apabila benar-benar ingin membersihkan BUMN dari korupsi, Erick Thohir harus punya roadmap yang jelas.
“Kalau tidak ada road map yang jelas, takutnya ini BUMN dipakai untuk kepentingan yg lain lain” tegasnya.*
Laporan Ari Kurniansyah