DPR Enggan Ikut Campur Dugaan 3 BUMN Suplai Senjata Ilegal ke Myanmar

Politisi Golkar Dave Laksono | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono enggan ikut campur terkait dugaan tiga BUMN yang menjadi pemasok senjata ke Myanmar.

Dave menyerahkan kasus tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang menjadi tempat laporan tersebut diajukan.

Bacaan Lainnya

“Ya mungkin Komnas (HAM) yang bisa mendalami tuduhan tersebut,” katanya kepada Forum Keadilan, Selasa, 10/10/2023.

Dave juga mengaku tidak mengetahui soal dugaan tiga BUMN tersebut, dan hanya melihat dari media.

“Saya hanya dengar dari info yang beredar di media, tidak melihat bukti-buktinya langsung,” ujarnya.

Selain itu, kata Dave, Kementerian BUMN juga telah membantah dugaan tersebut.

“Jadi bila mana ada bukti lanjut yang lebih kuat silakan ajukan agar dapat ditelisik lebih dalam,” ungkapnya.

Sementara itu, terkait siapa yang bertanggung jawab atas peredaran senjata baik di dalam maupun di luar negeri. Dave meminta dugaan tersebut harus lebih jelas dan tegas.

“Hal-hal itu yang harus dipertegas karena ini menyangkut, siapa yang bertanggung jawab akan hal ini,” katanya.

“Untuk memastikan tidak ada peredaran senjata ilegal,” pungkasnya.

Diketahui, saat ini pengawasan peredaran senjata di Republik Indonesia menjadi tanggung jawab pihak kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Sebelumnya, tiga perusahaan plat merah Indonesia yang bergerak di industri pertahanan dilaporkan ke Komnas HAM, Senin, 2/10 kemarin, dengan dugaan melanggar regulasi Indonesia serta perjanjian internasional.

Pihak yang melaporkan tiga perusahaan tersebut ialah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Myanmar Accountability Project; Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization, Za Uk; dan mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman.

Mereka menyebut tiga BUMN tersebut memiliki hubungan dagang persenjataan dengan Myanmar sebelum kudeta tahun 2022. Mereka menduga, jual beli itu terus berlanjut ketika pemerintah junta militer Myanmar kembali berkuasa.*

Laporan Novia Suhari