Kamis, 03 Juli 2025
Menu

Arsul Sani Perpanjangan Tangan DPR di MK?

Redaksi
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Arsul Sani kini memulai perjalanan barunya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Kini menjabat sebagai hakim MK, Arsul Sani praktis harus merelakan jabatannya sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) PPP dan Anggota Komisi III DPR.

Lantaran dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dijelaskan bahwa hakim konstitusi harus bebas dari rangkap jabatan.

Artinya, hakim konstitusi dilarang merangkap jabatan menjadi pejabat negara lainnya termasuk anggota partai politik, pengusaha, advokat atau pegawai negeri.

Rangkap jabatan dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan bagi MK yang harus independen dan mengedepankan kepentingan publik.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan mengingat adanya salah satu hakim MK, Aswanto, yang dicopot dari jabatannya oleh DPR.

Alasan DPR mencopot Aswanto tak kalah mengagetkan. Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan, kinerja hakim konstitusi itu mengecewakan lantaran kerap membatalkan produk undang-undang dari DPR.

“Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh,” kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat, 30/9/2022 silam.

Terkait masuknya anggota parlemen sebagai hakim konstitusi, diakui oleh Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti tak mengherankan. Ia bahkan sudah menilai Arsul akan terpilih ketika namanya ada dalam daftar.

“Saya yakin dia bakal terpilih, karena posisi dia itu di DPR, saya rasa anggota DPR akan semacam memperlakukan dia, tentu saja tidak bisa terbuka dan vulgar, tapi paling tidak saya yakin di kepalanya anggota DPR ada keinginan besar menjadikan dia seperti mewakili aspirasinya DPR yang belakangan ini kesal karena sering dibatalkan UU-nya oleh MK,” ujar Bivitri kepada Forum Keadilan pada Rabu, 27/9/2023.

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai suara bulat seluruh fraksi yang sepakat atas penunjukkan Arsul terdapat kepentingan DPR di baliknya.

“Kenapa seluruh fraksi sepakat, karena mereka dari internal. Kawannya sendiri. Jadi pasti lebih diutamakan dan lebih diprioritaskan dan itu juga bagian dari skema kepentingan dan perpanjangan tangan DPR di MK,” ujarnya kepada Forum Keadilan pada Rabu, 27/9/2023.

Ujang secara blak-blakan menyebut ini adalah strategi untuk menempatkan anggota mereka di berbagai posisi. Lantaran tidak ada aturannya.

“Ya karena tidak ada aturan yang melarang, jadi boleh. Disitu ada celah untuk anggota DPR jadi anggota BPK. Jadi hakim di MK. Ya itu celah kesempatan DPR untuk bisa mendapatkan posisi di tempat lain untuk bisa menguasai institusi seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Ujang berpendapat adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang diincar oleh DPR. Menjadi pembuat undang-undang bersama pemerintah, ditambah undang-undang tersebut tak jarang adanya pro kontra dari kelompok masyarakat, maka jika beradu kepentingan di MK, Ujang berpendapat ada hakim yang sudah ‘digenggam’ oleh DPR.

Namun, Ujang berujar jika sudah menjadi hakim MK, lembaga yang independen, sedianya Arsul harus berjiwa negarawan dan bukan lagi berbicara kepentingan politik pihak tertentu.

“Semestinya kalau sudah menjadi hakim MK, harus berjiwa negarawan bukan lagi berbicara kepentingan politik apabila sudah dilantik sebagai hakim. Walaupun awalnya anggota DPR,” tutupnya.*