FORUM KEADILAN – Merasa dikhianati usai bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan lebih memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bacawapres, kini langkah politik Partai Demokrat menjadi pertanyaan.
Menutup pintu dan enggan CLBK dengan KPP, Demokrat dihadapkan oleh tiga pilihan.
Bergabung dengan PDIP dan PPP untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres atau bergabung dengan Gerindra, PAN dan Golkar untuk mengusung Prabowo Subianto. Pilihan lainnya, tentu memilih netral di Pilpres 2024 mendatang seperti sikapnya ketika tahun 2014 dan 2019 lalu.
Menanggapi segala kemungkinan yang akan dijajaki, Demokrat kini digadang-gadang bakal mendekat ke kubu PDIP.
Isu ini mencuat usai Politikus PDIP Deddy Yevry Sitorus mengatakan partainya tengah menunggu sikap final dari Demokrat soal peluang pertemuan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan bahwa Partai Demokrat bisa merapat ke PDIP pasca Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Menurutnya, jika Demokrat bersandar ke PDIP akan ada pertemuan tiga anak muda yang berpotensi mewarnai politik masa depan di Indonesia.
“Jika bertemu dengan PDIP, artinya bertemunya tiga anak muda dengan posisi yang sangat menentukan untuk mewarnai politik Indonesia masa depan. Yakni Puan, Ganjar dan AHY,” ucapnya ketika dihubungi Forum Keadilan, Kamis, 7/9/2023.
Sejatinya, pertemuan antara Puan Maharani dan AHY telah terjadi pada pertengahan Juli 2023 lalu.
Bertempat di Plataran Hutan Kota Senayan, Jakarta Pusat pada Minggu, 18/6/2023 lalu,
Puan menyebut dia dan AHY berbicara mengenai politik dan cara membangun bangsa.
“Pertemuan ini tentu saja sudah dinanti-nantikan bukan cuma oleh media, oleh kami juga bahwa membangun bangsa dan negara itu bukan hanya bicara politik praktis tapi ada sebelumnya, sesudahnya dan pascanya itu mau seperti apa,” ucap Puan.
Namun, kerja sama politik yang bakal dilakukan oleh Demokrat dan PDIP ini justru dibayangi oleh masa lalu para petinggi kedua partai, SBY dan Megawati.
Hampir dua dekade, pertalian antara kedua elite politik itu mengalami pasang surut.
Keduanya pernah akrab ketika sama-sama berada di Kabinet Gotong Royong saat Megawati menjadi pimpinannya dan SBY sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam).
Usai Pilpres 2004, keduanya justru merenggang dan saling menghindar.
Saat itu, SBY tak menuntaskan jabatannya sebagai Menko Polkam hingga akhir masa kerja Kabinet Gotong Royong. SBY mundur pada 11 Maret 2004, sekitar dua bulan sebelum pendaftaran peserta Pilpres.
Empat bulan setelahhnya, SBY justru melenggang ke panggung Pilpres 2004 berpasangan dengan Jusuf Kalla yang juga menjadi bagian dari Kabinet Gotong Royong sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan (Menko Kesra).
Lewat pilpres tersebut, Megawati mau tak mau merelakan kursi RI-1 untuk SBY usai mantan pembantu presiden ini meraih 60,62 persen suara. Kerenggangan hubungan keduanya pun kian melebar.
Menyoal hubungan para elite politik di masa lalu, Ray menyebut kerenggangan hubungan politik antara Megawati dan SBY merupakan masa lalu dan tidak berpengaruh untuk Demokrat dan PDIP dalam menjalin koalisi.
“SBY dan Mega itu masa lalu. Yang penting bagi AHY dan Puan adalah menatap masa depan. Kalau bisa kerja sama, mengapa saling tidak menyapa,” ujarnya
Menanggapi kemungkinan adanya kerja sama dan seolah melupakan hubungan masa lalu, Politisi Senior PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan bahwa sikap partai PDIP inklusif dan juga kolaboratif.
“Yang jelas PDI-P adalah partai yg inklusif, kolaboratif dan transformatif,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Kamis, 7/9/2023.
Namun, ia berpesan untuk tidak berspkulasi lantaran tahu betul partainya tidak mau terburu-buru dalam mengambil keputusan yang krusial.
Senada dengan PDIP, Demokrat juga masih bungkam soal rencana kerja sama partai politik tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh politisi Partai Demokrat, Santoso, yang berdalih jika partainya belum membicarakan soal arah koalisi usai mundur dari KPP. Namun, ia menyambut baik jika adanya pertemuan antara dua partai tersebut.
“Kalau ada pertemuan seperti itu (antara PDIP dan Demokrat) kita sangat bersyukur, kader Demokrat dan PDIP yang senang akan hal itu. Tapi saya yakin juga sebagian rakyat indonesia juga pasti ikut senang,” katanya, kepada Forum Keadilan, Kamis, 7/9/23.
Santoso berpendapat isu pertemuan antara petinggi PDIP dan Demokrat tersebut memang penting untuk dilakukan. Terlebih lagi, kedua partai politik tersebut memiliki rekam jejak kurang baik di masa lalu.
“Kalau para pemimpinnya berdialog bersilaturahmi, guyub gitu, untuk kepentingan bangsa dan negara, dan itu memang sudah harus dimulai ya agar bisa menjadi teladan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa perbedaan politik itu satu keniscayaan dalam negara demokrasi berpandangan Pancasila ini. Namun silaturahmi, dialog itu tetap diperlukan di kedepankan agar dibawah ini lebih soft, lebih solid dalam membangun negara,” ujarnya.*