Indonesia Bisa Masuk Masa Emas 2030 Lewat Bonus Demografi, Asal…

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Sodetan Ciliwung di Jakarta Timur, Senin, 31/7/2023
Presiden Joko Widodo | YouTube Sekretariat Presiden

FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia bakal memasuki masa kejayaan pada 2030 lewat bonus demografi, dalam pidato kenegaraan yang disampaikan pada rapat tahunan bersama DPR, MPR, dan DPD, di Senayan, Jakarta.

Bonus demografi sendiri merupakan masa di mana struktur penduduk Indonesia secara demografis memasuki usia produktif antara 15-65 tahun.

Bacaan Lainnya

Menanggapi pernyataan Presiden, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Yuli Adiratna, mengatakan Kemnaker memanfaatkan bonus demografi menjadi peluang dalam mewujudkan Indonesia emas.

“Karena kita memiliki usia produktif yang tinggi sebagai modal dalam pembangunan negara. Kami terus melaksanakan program peningkatan kompetensi dan daya saing SDM tenaga kerja untuk disiapkan mewujudkan Indonesia emas,” katanya, kepada Forum Keadilan, Rabu, 16/8/2023.

Lebih lanjut, Yuli menjelaskan saat ini Kemnaker sedang menyiapkan peningkatan SDM tenaga kerja dan daya saing untuk menyesuaikan dengan kondisi ketenagakerjaan di masa depan. Penyiapan dan penciptaan lapangan kerja pun terus dilakukan termasuk peningkatan iklim ketenagakerjaan yang kondusif.

Mengaku optimis menyambut bonus demografi 2030 mendatang, Kemnaker nyatanya telah menyiapkan 9 kebijakan.

“Kita selalu optimis, Kemnaker memiliki kebijakan 9 lompatan untuk meng-cover keseluruhan bidang ketenagakerjaan mulai dari pelatihan dan produktivitas tenaga kerja, penempatan dan perluasan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja serta pengawasan ketenagakerjaan dan K3,” tegasnya.

Sementara itu, di sisi lain, Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada Tadjuddin Noer Effendi mengungkapkan bonus demografi tidak hanya di tahun 2030. Menurutnya saat ini, bonus demografi di Indonesia sudah terjadi.

Presiden Jokowi pun dikatakan sudah sedikit berhasil melalui programnya yang berkaitan dengan hilirisasi berbagai macam untuk meningkatkan proses investasi di indonesia.

“Seperti nikel yang kita dapat sekitar Rp500 Triliun-an, yang kemudian dapat menciptakan lapangan kerja, ribuan lapangan kerja itu berarti tenaga kerja yang dari bonus demografi itu bisa diserap maka itu akan dapat menumbuhkan ekonomi, dengan mereka diserap di sektor manufaktur dan sebagainya, itu kan akan meningkatkan penghasilan, daya beli meningkat, maka pertumbuhan ekonomi ikut meningkat,” katanya kepada Forum Keadilan, Rabu, 16/8.

Tadjuddin mengaku bangga dalam keadaan seperti pasca pandemi ini, ekonomi Indonesia meningkat sebesar 5,17 persen.

“Itu sangat luar biasa, negara-negara lain itu setengah mati mendapatkan 5 persen, sedangkan kita 5,17 persen,” ungkapnya.

Kendati begitu, Tadjuddin menyebutkan satu syarat agar Indonesia dapat mencapai  bonus demografi dengan sukses di 2030 nanti.

“Tapi, kalau bisa semua program-program yang dilaksanakan oleh Jokowi lalu diteruskan oleh Presiden yang baru 2024 sampai 2030, itu lebih baik. Karena itu kemungkinan besar Indonesia pertumbuhan ekonomi nya akan di atas 5 atau sampai 6 hingga 7 persen itu luar biasa, yang berarti akan ada penyerapan (tenaga kerja) yang besar,” ujarnya.

Program yang perlu dilanjutkan oleh Presiden 2024 yang akan datang, menurut Tadjuddin, diantaranya hilirisasi, perngembangan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pelatihan kerja, untuk dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan teknologi yang ada.

“Ya itu akan makin cepat itu kita menjadi negara maju, tapi itu syaratnya, Presiden yang terpilih 2024 harus mau melanjutkan semua program yang dapat membawa kemajuan ekonomi Indonesia, itu syarat utama dan otomatis kita akan leading karena memang ramalan dari beberapa ekonom dunia, nanti pusat pertumbuhan ekonomi dunia pada abad 21 itu ada di Asia, termasuk di Asia Tenggara,” tuturnya.

Selain itu, program yang terus dilanjutkan. Kemnaker juga perlu bekerja keras agar bonus demografi 2030 bisa berdampak positif bagi Indonesia.

“Kemnaker harus bekerja keras terutama, bagaimana menciptakan pelatihan-pelatihan tenaga kerja yang benar-benar harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. BLK itu dikelola untuk membuka seluas-luasnya pelatihan vokasi untuk meningkatkan skill tenaga kerja kita sesuai dengan pasar kerja. Terutama yang berkaitan dengan artificiall intellegence, digitalisasi dan seterusnya itu sangat dibutuhkan saat ini untuk menunjang perkembangan dari teknologi yang diterapkan di sektor-sektor industri itu harus segerakan,” ucapnya.

Tadjuddin berpendapat selain untuk memenuhi pasar kerja, memaksimalkan program ketenagakerjaan juga untuk menekan penyerapan tenaga asing di Indonesia.

“Karena kita nanti akan menjadi negara industri terkemuka, dan itu harus diisi oleh bonus demografi dan dorong masuk ke pelatihan-pelatihan sesuai pasar kerja,” jelasnya.

Hingga saat ini, Tadjuddin mengatakan program-program tersebut sudah memiliki rencana hanya tinggal dilaksanakan.

“Sebenarnya itu sudah ada semacam blue print nya itu, dan tinggal mengerjakan. Tapi kan ada hambatan-hambatan di dalamnya itu, seperti yang paling menghambat itu adalah aturan yang berkaitan dengan izin industri dan sebagainya, yang kemudian itu didorong oleh pemerintah perubahannya dengan menggunakan UU Cipta Kerja,” sambungnya.

Namun, sayangnya jika Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ditolak oleh MK.

“Karena industri-industri tidak akan masuk ke Indonesia karena hambatan yang paling besar di Indonesia itu adalah kepengurusan yang berkaitan dengan izin dan seterusnya, itu yang menghambat,” lanjut Tadjuddin.

Meskipun begitu, jika UU Cipta Kerja diubah dan semua program dilanjutkan oleh Presiden yang akan datang, maka kejayaan Indonesia 2030 tidak hanya menjadi angan-angan.

“Nah, kalau itu sudah dilakukan dengan melakukan perubahan dengan UU Cipta Kerja, kalau itu sudah berjalan dengan baik diterapkan oleh Presiden yang akan datang, saya pikir tahun 2030 itu kemungkinan besar kita menjadi belum emas, tapi belum sampai ke emas murni, tapi kita sudah menuju ke kemajuan ekonomi yang luar biasa,” tutupnya.*

Laporan Novia Suhari