FORUM KEADILAN – Usai bertemu Prabowo Subianto, sejumlah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hengkang jelang pemilu dan memilih berpindah haluan kepada partai lain.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyebut, ada empat hal yang mungkin menjadi alasan banyak kader PSI hengkang.
Pertama, menurut Ray, hengkangnya kader PSI karena politisi di Indonesia umumnya bercorak pragmatis.
“Jadi kalau mereka melihat bahwa tidak ada kans yang cukup di dalam satu partai ya mereka pindah ke partai yang lain, gitu. Jadi di situ lah persoalannya salah satunya atau mereka melihat bahwa mereka sudah punya nama, sudah punya popularitas dan macam-macamnya itu ya ujung-ujungnya mereka mencari partai politik yang jauh lebih besar,” katanya kepada Forum Keadilan, Selasa, 8/9/2023.
“Nah itu kita lihat pada kader-kader (partai lain) lain juga, selain semata-mata karena alasan pragmatis juga, karena alasan melihat (nama) dirinya sudah besar, lalu perahu PSI rasanya mungkin sudah terlalu kecil, sehingga membuat kader mau melarungkan dirinya kepada perahu parpol yang lain, itu alasan kedua,” imbuhnya.
Kemudian, alasan ketiga karena penumbuhan ideologi terhadap PSI belum sepenuhnya diyakini oleh para kader.
“Masih terkatung di tubuh PSI sendiri, sehingga orang tidak terlalu terikat secara visi dan ideologi terhadap PSI juga, yang memungkinkan mereka kemudian keluar dari PSI itu lebih cepat,” ujarnya.
Sedangkan alasan keempat, Ray mengatakan, langkah-langkah PSI mungkin dianggap tidak bersesuaian dengan apa yang diharapkan oleh para kader.
“Misalnya ketika mereka menerima Prabowo kemarin, kan ada kader yang keluar karena merasa itu tidak tepat, dan sebagainya,” katanya.
Ray menilai, tidak ada kepercayaan pada satu visi dan misi tersebut lah yang membuat banyak kader tidak selalu mengikuti keputusan politik PSI.
“Saya kira empat faktor ini yang menjadi sebab banyak kader PSI yang tiba-tiba pindah ke partai yang lain,” tegasnya.
Meskipun begitu, pengamat politik yang memiliki nama asli Ahmad Fauzi itu menganggap berpindahnya kader PSI ke partai lain merupakan hal wajar menjelang pemilu.
“Ya, justru menjelang pemilu banyak orang yang berpindah partai, dan memang wajar bukan hanya di PSI sebenarnya, tapi di partai-partai lain juga terjadi,” katanya.
Ray menilai, terlalu cepat jika mengira pertemuan PSI dan Prabowo kemarin karena PSI ingin bermanuver ke Gerindra.
“Saya kira mereka yang menuduh (PSI manuver ke Gerindra) itu juga terlalu cepat, jadi ya itu juga menurut saya adalah keputusan yang emosional, karenakan PSI juga belum menyatakan mendukung Prabowo, kecuali ya mereka menyatakan mendukung Prabowo,” tuturnya.
Menurut Ray, pertemuan PSI dengan Gerindra sebagai bentuk protes terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Di sisi yang lain, ya kan PDIP juga tidak memperlakukan PSI dengan wajar juga, oleh karena itu wajar juga dong kalau PSI merasa bahwa ‘ngapain berkawan dengan orang yang tidak pernah menganggap kita kawan’ gitu. Kan mereka (PSI) itu mau mendukung Ganjar, tetapi PDI menganggap PSI ini tidak penting-penting amat, ya namanya partai juga ada harga dirinya lah, masa dibuat gitu saja, bahkan tidak lebih hebat dari organisasi relawan gitu,” ucapnya.
Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menyebutkan PSI dianggap antara ada dan tiada oleh PDIP.
“Kalau saya sih tidak menyalahkan PSI bertemu dengan Prabowo itu ya, bagi saya sih bagus-bagus saja, kenapa saya bilang bagus? Ya karena, mereka (PSI) terlalu diremehkan oleh PDIP,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menyayangkan sikap kader PSI yang terlalu terbawa perasaan dan buru-buru keluar padahal belum ada pernyataan dukungan kepada Prabowo sebagai calon presiden (capres) 2024.
“Jadi jangan menganggap politik itu hitam putih, (pertemuan) itu biasa, yang pentingkan mereka itu tidak mendukung, nah kalau mereka sudah mendukung baru kita bersikap gitu, kalau ketemu ya namanya politik ketemu dengan siapa, masa PDIP nya aja boleh ketemu (Ganjar) PSI nya nggak boleh ketemu, kan aneh,” tandasnya.
Sebelumnya, tiga kader PSI, Guntur Romli, Dwi Kundoyo, dan Estugraha, mengundurkan diri pasca kunjungan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ke Kantor Dewan Pimpinan Pusat PSI, Rabu, 2/8.
Ketiganya merupakan kader PSI yang aktif sebagai relawan Ganjarian Spartan. Mereka mengundurkan diri lantaran merasa partainya main mata dengan Prabowo.
Padahal, berdasarkan hasil Rembuk Rakyat yang diadakan pada Oktober 2022, PSI menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capres 2024.
“Namun belum sampai menunaikan amanah organisasi, PSI, saya anggap sudah main mata dengan Prabowo Subianto. Kehadiran Prabowo ke DPP PSI, yang disambut hangat buat saya sudah mencederai semangat dan pandangan perjuangan saya selama ini,” kata Dwi saat konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Senin 7/8.
Sementara, Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman sempat menjelaskan bahwa kunjungan Prabowo itu merupakan silaturahmi biasa. Kemudian juga, PSI belum final memutuskan akan berlabuh di koalisi mana untuk Pilpres 2024.
Begitu pun dari Gerindra. Sampai saat ini, Gerindra belum memberikan kejelasan soal bergabung atau tidaknya PSI ke koalisi mereka.*
Laporan Novia Suhari