FORUM KEADILAN – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Sulsel) menggeledah Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Wajo terkait praktik dugaan mafia tanah dalam pembebasan lahan proyek pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo Tahun 2021.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel Leonard Ebenezer Simanjuntak kepada Forum Keadilan mengatakan, dari dua lokasi penggeledahan pihaknya mengamankan 89 bundel dokumen yang diduga berkaitan dengan praktik mafia tanah.
“Kita telah mengamankan 89 bundel dokumen dari proses penggeledahan,” kata Leonard, Kamis, 3/8/2023.
Adapun dua lokasi yang menjadi target penggeledahan yakni Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Wajo dan Kantor Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Bendungan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Provinsi Sulawesi Selatan.
Ditambahkan Leonard, Tindakan Penyidikan berupa Penggeledahan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : Print-128/P.4.5/Fd.1/08/2023 tanggal 02 Agustus 2023 dan Penetapan Penggeledahan Nomor: 2/PenPid.Sus-TPK-GLD/2023/PN Mks tanggal 01 Agustus 2023 dari Pengadilan Negeri Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.
Leonard mengingatkan kepada seluruh pihak untuk tidak melakukan upaya merintangi proses penyidikan.
“Jika terbukti merintangi, kita akan tidak tegas sesuai pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandasnya.
Selanjutnya, terhadap dokumen-dokumen maupun barang bukti yang telah disita, pihaknya kata Leonard akan dilakukan penelitian dan selanjutnya menjadi barang bukti yang akan digunakan untuk pembuktian dugaan mafia tanah di persidangan.
Kasus dugaan mafia tanah pembayaran biaya ganti rugi lahan masyarakat di Kabupaten Wajo tersebut terjadi pada pada tahun 2015 dimana ketika itu Balai Besar wilayah sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.
Pembangunan bendungan tersebut berdasarkan Keputusan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Pembangunan Bendungan Paselloreng Kabupaten Wajo yang dikeluarkan Gubernur Sulawesi Selatan.
Dalam prosesnya, pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo memerlukan lahan/tanah yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Paselloreng dan Kabupaten Wajo yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai HPT.
Melalui proses perubahan kawasan hutan dalam rangka review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan, pada tanggal 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019.
SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu memuat tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas 91.337 hektare, serta perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 hektar di Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah dikeluarkan sebagai Kawasan hutan dan mendengar bahwa dalam lokasi tersebut akan dibangun Bendungan Paselloreng, ada oknum yang memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kab.Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) kolektif sebanyak 246 bidang tanah pada tanggal 15 April 2021,” tutur Leonard.
Sporadik tersebut kemudian diserahkan kepada masyarakat dan Kepala Desa Paselloreng dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani, sehingga dengan Sporadik tersebut seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut padahal diketahuinya bahwa tanah tersebut adalah kawasan hutan.
“Dengan demikian seolah 246 bidang tanah tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh Satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk kepentingan umum,” kata Leonard.* (Tim FORUM KEADILAN)