FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan dalam kasus BTS 4G yang menyeret eks Menkominfo Johnny G Plate dan kasus ekspor crude palm oil CPO yang menyeret Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bisa saja mengandung unsur politik atau ada intervensi politik.
Namun, meski adanya intervensi politik tersebut menurut dia juga harus dibarengi dengan minimal dua alat bukti. Sehingga sebuah kasus itu bisa diproses untuk dapat menjadikan seseorang sebagai tersangka.
“Menurut saya kasus CPO dan BTS ini, sebesar apapun unsur politik kalau secara yuridis tidak ada dukungan ya tidak jadi perkara itu. Seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka minimal ada 2 alat bukti yang mendudukan dia sebagai tersangka. Sekarang ini ada intervensi politik, sebesar apapun intervensi politik kalau tidak ada 2 alat bukti nggak jadi itu kasus,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan, Jumat 28/7/2023.
Artinya, meskipun tidak ada unsur politik dalam dua kasus tersebut tapi memiliki minimal dua alat bukti yang kuat maka kasus itu dapat diproses aparat penegak hukum.
Ia juga menambahkan, adanya intervensi politik hanya sebuah persepsi sebagian pihak yang mengaitkan dengan kasus itu.
“Intervensi politik itu hanya persepsi menurut saya, karena praktiknya tetap alat bukti. Itu disangkut-pautkan saja, tapi ada nggak alat buktinya. Kalau ada alat bukti tetap bisa diproses hukum,” sambungnya.
Fickar juga menilai dalam kasus kasus ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng bisa saja menyeret Airlangga Hartarto menjadi tersangka selanjutnya.
“Kasus CPO, menurut saya ada kemungkinan Airlangga jadi tersangka bisa saja meskipun kedudukannya hanya sebagai pembuat kebijakan. Tapi kalau di belakang itu Jaksa punya bukti kebijakan itu sengaja dibuat untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak tertentu itu bisa jadi perkara korupsi,” jelasnya.*
Laporan Merinda Faradianti